Pelaku merupakan seorang dosen berinisial IA. Agni membeberkan, pelaku melangsungkan aksinya di ruang kelas 406, lantai 4, Fakultas Adab dan Humaniora. Rabu, 9 Oktober, saat semua teman sekelasnya pulang lebih awal, Agni bersalaman dengan pelaku paling terakhir.
“Nah [dia] pegang tanganku, terus kedepan pintu,” beber Agni. Lebih lanjut Agni menjelaskan bahwa bahunya juga disentuh ketika IA tengah menanyakan progres hafalannya. “Sudah salaman toh, na pegang begini ku,” kata Agni sambil menunjuk bagian pundak.
Mulanya Agni tak begitu curiga. Namun, Ia merasa ada yang janggal. “Kenapa ada dosen yang pegang-pegang tangan,” ungkapnya. Diantara teman sekelasnya, hanya Agni yang mendapat tugas hafalan dari IA. Dengan alasan menagih hafalan itulah, IA kerap mencegat agar Agni pulang belakangan daripada mahasiswa dan mahasiswi lainnya.
Tiga minggu pasca kejadian pertama berlalu, Agni kembali bertemu dengan IA di kelas yang sama, ruang 406, lantai 4 fakultas (30 Oktober 2024). Dengan motif yang juga serupa, pelaku kembali menanyakan terkait hafalan. Agni dipanggil oleh IA ketika hendak meniggalkan kelas. “Terakhir ka’ pulang, terus nah panggil ka’.”
“Sini dulu, nak. Berapa mi dihafal?” tutur Agni menirukan perkataan IA. “Baru 30, ustad,” jawabnya. Sementara membacakan hafalannya, Agni dihampiri oleh IA lalu memegang tangannya. Tak berhenti, IA terus menggerayangi Agni hingga menyentuh bokong dan payudaranya.
Agni mengaku sempat mengalami freeze atau ‘tak bisa melakukan apa-apa’ ketika pelaku tengah melangsungkan aksinya. “Tidak sadar ka' waktu na pegang mi yang vital,” tuturnya. Tak lama berselang, Agni yang sudah meninggalkan kelas, terus disusul oleh IA dan kembali bertemu di tangga lantai 2 fakultas. Dalam keterangannya, Agni mengatakan bahwa IA terus memaksanya untuk menyetor hafalan. “Mau murojaah sama saya? 10 mo dulu.”
Agni yang menolak tawaran murojaah dari IA , lari menuju ke parkiran motor Fakultas Adab dan Humaniora. Namun, IA terus mengejarnya. “Mau pulang di indekos, terus di parkiran na [dia] panggil-panggilka lagi, ada lagi mau dia jelaskan tapi tidak berani ka’ [saya] dekat,” jelas Agni.
Pasca kejadian kedua, Agni melaporkan peristiwa tersebut ke beberapa dosen. Pasalnya, Agni malah disarankan agar isu tersebut tak diperpanjang. Salah seorang pimpinan fakultas juga mengatakan bahwa kejadian itu tak memiliki bukti yang kuat. “Susah ini, nak, karena tidak ada bukti, kayak CCTV.”
Dari pimpinan, Agni bahkan sempat ditawarkan agar dia sebaiknya pindah kelas supaya tak lagi ketemu dengan IA. Namun Agni menolak usulan—yang menurut pimpinan hal tersebut merupakan langkah solutif.
Agni bahkan sempat disuruh membuat pernyataan sikap agar Ia tak membicarakan isu itu lagi serta memaafkan pelaku pelecehan. “Maafkan saja ustad na [ya], khilaf ki itu, nak.” Kata dosen yang coba membendung Agni untuk speak up. Namun, salah seorang dosen lainnya yang berpihak pada Agni, mengatakan bahwa seharusnya si pelaku yang membuat pernyataan sikap. “Seharusnya, nak, bukan kau yang bikin pernyataan. Harusnya itu dosen [pelaku] yang bikin pernyataan. Bukan kau yang salah, kau korban,” pungkas Agni mengulang kata dosen.
Sempat juga beredar desas-desus mahasiswa bahwa pihak fakultas telah memindah tugaskan pelaku sebagai tenaga pengajar ke fakultas lain. Namun, mahasiswa melihat pelaku masih mengajar di fakultas Adab dan Humaniora. Hanya saja, IA tak lagi mengajar di kelas Agni.
Terkait kasus tersebut, Agni mengaku bahwa Ia sudah melaporkannya kepada pihak Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Alauddin pada 26 November 2024 lalu. Akan tetapi hingga saat ini, PSGA yang dipimpin oleh Dr Djuwariah Ahmad, belum mengambil langkah dan tindakan tegas terkait kasus tersebut.
Reporter : Akram
Editor : Redaksi
Harus di tuntas habis Keluarkan oknum-oknum dosen seperti di berhentikan di pecat dan di keluarkan dan harus di cebloskan dalam penjara...!!!!
ReplyDeleteUstadz di kawaq ne..
Deletela ngure
ReplyDeletekenapakah banyak dosen-dosen begini di uin. bisa-bisanya lagi dibela sama dosen lain dengan dalih khilaf. terlalu dinormalisasi perilaku-perilaku pelecehan begini, dianggap kecil, hal yg biasa mi, tidak ada bukti, makanya makin banyak orang-orang nda waras begini. harusnya langsung kasih sanksi tegas, kenapakah harus dilindungi. justru lebih menjaga nama baiknya kampus kalau langsung ditindaki daripada ditutupi dan dilindungi itu pelaku-pelaku.
ReplyDeleteMassukku sy knpko mau tutupi kah? Atau jgn” yng mnutupi jg mrupakan oknum? Edd ballisikku sy liatki dosen bgtu sok alim baru ujung”na diaji paeng pelaku na
ReplyDeleteJanganki panggil ustadki. Krena predikat ustad kayaknya susah sekali di dapat. Salut denang Media alternatif kayak begini yg bisa publikasi. Kalau media kampus kayaknya susah.
ReplyDeleteAstaga liatmi di viralkan di twitter, seseorang tolong
ReplyDeleteBagus ini dibuat Kode Etik Dosen
ReplyDelete