masukkan script iklan disini
Ilustrasi: Pinterest
Oleh: Febri Harnong
UKKIRI_Keterlibatan generasi muda dalam pilkada 2024 menjadi sorotan, para pakar politik menilai keterlibatan generasi milenial merupakan suatu keharusan guna mensukseskan pesta pilkada yang merupakan pintu strategis menuju Indonesia emas 2045.
Kalau dilihat dari datanya, jumlah pemilih tetap di tahun 2024 ini ada di sekitar 56,45% di dominasi oleh generasi milenial dan generasi Z.
Untuk mendorong politik yang sehat dan berkualitas, peran pemuda sangatlah penting ketika pemilahan kepala daerah para pemuda harus menjadi aktor-aktor penggerak dalam suksesnya pilkada, selain itu pemuda juga harus menjadi pemilih yang rasional untuk masa depan daerah.
Pemuda jangan bersikap ikut arus dan apatis, Pemuda dapat berpartisipasi pada pemilu dengan real, selektif memilih pemimpin yang kapabel, aspiratif dan akomodatif,
Pemilu seringkali memicu munculnya berbagai macam perspektif yang dapat menimbulkan kegaduhan, ujaran kebencian, informasi yang dipertanyakan kebenarannya yang terdistribusi melalui media online yang mudah dijangkau oleh generasi muda sehingga generasi muda dipertimbangkan tentang keberadaannya.
Kaum muda harus mengawal proses pilkada secara lansung melalui lembaga penyelenggara pilkada, pelaksaan pilkada bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab penyelenggara saja melainkan semua elemen masyarakat.
Banyak dari generasi muda yang menganggap bahwa pesta demokrasi hanya bertujuan untuk kepentingan beberapa golongan. Keputusan untuk golput atau untuk menggunakan hak pilih sebenarnya merupakan hak pribadi individu. Sebagai warga negara, gen Z dan milenial yang sudah cukup umur memiliki kewajiban untuk menyukseskan pilkada 2024 dengan menggunakan hak pilihnya.
Sementara yang lain, mungkin menganggap golput sendiri merupakan tindakan yang kurang tanggung jawab. Jadi beberapa merasa bahwa partisipasi dalam proses politik lebih efektif memberi dampak dari pada golput untuk membawa perubahan yang diinginkan.
Gen Z dan milenial memiliki kecenderungan untuk enggan terlibat atau bahkan apatis, namun adanya akses kemudahan dalam ruang digital melalui trend, politik dinilai mampu masuk dan memengaruhi opini publik lewat ruang digital, termasuk dunia politik, kebijakan bahkan pilkada. akibat dari kemudahan tersebut, terdapat berbagai reaksi baik positif maupun negatif.
Sebagian dari mereka mungkin memilih untuk tidak ikut serta dalam pilkada sebagai bentuk protes atau ketidakpercayaan terhadap sistem politik. Mungkin merasa bahwa suara mereka tidak akan membuat perubahan yang signifikan atau bahkan mereka berfikir kandidat tidak akan bersedia untuk memenuhi harapan mereka.