masukkan script iklan disini
UKKIRI_Dialog publik bertajuk "Mendaras Surat Edaran Rektor 259: Ancaman bagi Demokratisasi di Kampus Peradaban, Benarkah?" digelar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) komisariat Adab dan Humaniora cabang Gowa raya via online (Zoom meeting), Minggu (11/08/2024).
Pasalnya, kegiatan itu dimaksudkan sebagai upaya merespon Surat Edaran Rektor 259 UIN Alauddin Makassar (UINAM) yang beberapa hari belakangan ini mencuat dan menuai kritik publik.
Dengan menghadirkan dua narasumber, yakni; Herdiansyah Hamzah (KIKA/Dosen fakultas Hukum Universitas Mulawarman) dan Muhammad Ridha (Akademisi UIN Alauddin Makassar).
Diskusi dimulai oleh Muhammad Ridha, yang pembahasannya mengkritik surat edaran 259 itu sendiri. Menurutnya, surat edaran tersebut seolah-olah telah melampaui hukum tertinggi yang ada di negara ini.
"Di UUD 1945 saja, selaku hukum tertinggi, kebebasan berkumpul, berserikat dan menyampaikan aspirasi telah dijamin."
Menurut Ridha, hanya surat edaran tersebut yang secara ugal-ugalan dan seenaknya mengatur perlunya izin dalam penyampaian aspirasi.
"Tidak ada satupun aturan yang mengatur perlunya izin dalam penyampaian aspirasi, bahkan Peraturan Polri pun hanya mengatur pemberitahuan aksi, bukan ijin. Hanya surat edaran itu," jelasnya.
Senada dengan itu, Herdiansyah Hamzah menganggap surat edaran itu tidak memiliki alasan dan latar belakang payung hukum yang jelas.
"Mandatorinya dari mana, kok bisa sekelas surat edaran mengatur tentang kebebasan berekpresi yang telah diatur oleh undang-undang dasar."
Akademisi yang akrab dipanggil Castro itu, menilai lahirnya surat edaran tersebut merupakan bentuk nyata pembungkaman terhadap kebebasan akademik dan bereskpresi.
"Secara terang terangan surat edaran itu telah merenggut kebebasan akademik dan berekspresi mahasiswa. Padahal seharusnya hal tersebut dilindungi, bukan malah dikebiri. Jelas ini merupakan watak otoritarianisme rektor," tuturnya.
Selain itu, Risal Sannai selaku Formateur ketua HMI komisariat Adab dan Humaniora berharap agar sesegara mungkin perlawanan bisa digalakkan lagi. Menurutnya, Hamdan Juhannis selaku rektor UINAM musti bertanggung jawab atas perbuatannya.
"Bahkan tidak cukup kalau hanya sekadar pencabutan surat edaran. Tetapi lebih dari itu, rektor UINAM harus betul-betul bertanggung jawab kalau perlu dihakimi seadil adilnya atas tragedi yang telah ditorehkan selama menjabat. Semisal tindakan represif yang berkali-kali dialami mahasiswa, tapi pada akhirnya selalu saja dinormalisasi," pungkasnya.
Reporter: Akram
Editor: Afanullah