Oleh: Risal Sannai
Mulanya, Nilai Dasar Perjuangan (NDP) lahir karena kekhawatiran Cak Nur akan tiadanya landasan gerak kader HMI. Begitu pula lahirnya HMI, diawali oleh kekhawatiran sosok Lafran Pane akan kondisi umat islam di indonesia 77 tahun yang lalu.
Saat ini, setelah HMI hampir berumur satu abad, peristiwa yang mengkhawatirkan itu lekang oleh hiruk pikuk zaman. Tiada lagi ditemukan kekhawatiran pada tubuh organisasi ini. Baik kekhawatiran akan kondisi organisasi yang kian buruk, lebih lagi kekhawatiran tentang mungkinkah cita-cita HMI bisa terwujud.
Mirisnya, selain tiadanya yang khawatir, kader HMI pun seolah telah menanggalkan hasil kekhawatiran Cak Nur, yaitu NDP. Yang di mana hal tersebut sebenarnya dimaksudkan agar menjadi panduan terhadap segala tindak perilaku kader.
Padahal, bagi Cak Nur, mengartikan NDP cukup sederhana; sebagai peta perjalanan HMI dalam ikhtiar menggapai citanya. Selebihnya, NDP diartikan sebagai tujuh anak tangga utuh, untuk mengantarkan manusia yang berhimpun di dalamnya menjadi insan paripurna.
Betapa tidak, NDP seolah-olah telah memberikan gambaran singkat tentang inti sari ajaran islam. Kalau boleh dikata, NDP sebagai gagasan pokok HMI, adalah seumpama seruan yang ditujukan bagi kader untuk menjalankan perintah islam. Yang di mana di dalamnya merupakan perintah kemanusiaan, dan tidak ada alasan untuk menolaknya.
Sebab memang, sejak lahirnya HMI telah menasbihkan diri sebagai organisasi perjuangan yang berazaskan islam. Wajar, jika sedari awal keberadaan organisasi ini, hanya ingin melihat ajaran islam tegak, setegak-tegaknya.
Membaca NDP, kita bisa melihat bahwa mewujudkan cita-cita masyarakat yang adil dan makmur, sangat sederhana. Namun tantangannyalah yang sulit. Tetapi tantangannya bukan pada pertanyaan apa dan siapa, melainkan adalah diri sendiri. Itulah kenapa kader HMI, yang dalam hal ini sebagai pelaku, mustinya penting agar selalu mawas diri atas pikiran, perkataan, hingga perbuatannya. Atau pada prinsipnya menjauhi perbuatan yang dapat merugikan lingkungan di sekitarnya.
Pandangan ini, mungkin asing ditelinga atau bahkan kolot untuk dibahas secara serius. Beda dengan ideologi-ideologi lain seperti Sosialisme, yang sampai-sampai nama dari pencetusnya berhasil menjelma golongan. Kader HMI pun, kadangkala lebih memilih membaca karya dari Karl Marx, dibanding menuntaskan buku Islam Doktrin Peradaban, Cak Nur.
Namun persis disinilah bedanya, jika misalnya Karl Marx, memandang realitas sosial timpang karena disebabkan oleh faktor ekonomi yang tidak merata, maka pandangan Cak Nur sederhana. Menurutnya, keadaan yang timpang disebabkan oleh ketimpangan yang ada dalam diri manusia itu sendiri. Maksudnya, manusia sebagai pelaku dan penggerak peradaban, bisa melahirkan ketimpangan karena sesuatu yang intim dalam dirinya telah melenceng pada hakikatnya. Karena itu, pada bagian ini, Cak Nur menekankan pentingnya lebih dulu menjumpai fitrah yang landasannya condong kepada kebenaran, Tuhan Yang Maha Esa.
Bukankah memang begitu, bahwa manusia yang benar tentulah tak akan melakukan kesalahan?
Tetapi mungkin itu terlalu singkat bagi realitas yang masalahnya begitu ruwet dan kompleks. Betul. Analisis lain dibutuhkan sebagaimana misalnya Marx menuliskannya hingga berjilid-jilid. Tetapi itu tahap lain. Yang utama adalah bagaimana manusia menjadi manusia. Dan bagian inilah yang paling sulit. Terbukti sejak peradaban di muka bumi dimulai, hanya sedikit manusia yang berhasil.
Tepat itulah alasannya, mengapa kader HMI sudah saatnya kembali menyetubuhi gagasan pokok organisasinya hingga benar-benar klimaks. Sebab jika tidak, kita bukan hanya gagal menjadi kader, tetapi juga menjadi manusia yang celaka.
Karenanya, melalui NDP, kita bisa melihat, betapa HMI melalui gagasan seorang Cak Nur, yang juga sekaligus cendikiawan muslim pada masanya, mencoba mengajak kita untuk mensucikan diri secara terhimpun dan terorganisir. Dengan ini, maka percayalah tanpa menanggalkan segala ikhtiar perjuangan, dunia yang adil dan makmur ada di dalam dekapan kita semua.
Seyogianya, kondisi demikianlah yang ingin dititipkan NDP kepada manusia yang menghimpun diri di HMI. Karena alasan itu, sudah sepantasnya setiap dari kita yang ber-HMI musti sungguh-sungguh dalam menyelami kedalamannya. NDP yang diyakini sebagai pandangan ideologis, haruslah sampai pada tahap praktik. Gagasan yang terkandung di dalamnya harus mampu merasuki nurani setiap kader.
Sampai pada akhirnya, HMI bukanlah hanya sebatas organisasi semata, tetapi rumah yang dihuni manusia-manusia yang ketakutan terbesarnya adalah melakukan kesalahan. Sebab sebagaimana kepercayaan awalnya, manusia yang manusialah yang mampu mewujudkan dunia adil dan makmur—yang bahkan pencipta alam semesta pun akan turut merayakannya. Nikmat bagi seluruh alam.
Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis!