Iklan

Dosen Fobia Nalar Kritis Mahasiswa

Lapmi Ukkiri
09 April 2024
Last Updated 2024-04-09T13:47:52Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini


Ilustrasi: Pinterest

Oleh: Saldiansyah Rusli

"Saya yang berikan nilai, kalian yang butuh saya."

Kalimat arogan dari dosen itu bergema didalam kepala, merombak nalar, dan menusuk akal sehat. Ini yang membuat saya terdorong untuk menulis sebuah opini.

Kampus mematikan nalar kritis yang dimana dampaknya membuat mahasiswa tidak lagi peka dan resah terhadap aturan ngawur kampus peradaban—jargon salah satu kampus islam di Makassar.

Penting untuk mengakui bahwa kampus merupakan tempat di mana segala isi pikiran masyarakatnya musti dipertengkarkan. Argumen itu, sudah selayaknya dipenuhi, dihormati dan dilindungi selagi tidak menyalahi norma yang ada.

Sayangnya, sebagian oknum tenaga pendidik kadang tidak juga memahaminya. Kebanyakan dari mereka hanya memposisikan dirinya sebagai orang yang lebih tahu. Akibatnya, nalar kritis mahasiswa dimatikan.

Ketika mahasiswa mencoba untuk mengutarakan pemahaman yang berbeda dengannya, oknum dosen itu justru mengancam dengan berbagai ancaman tak bermoral. 

Padahal seharusnya dosen memfasilitasi diskusi terbuka, dan mendorong mahasiswa untuk berpikir kritis serta menghargai berbagai persepsi.

Kungkungan nalar kritis ini biasanya terjadi diruang-ruang kelas, tak perlu saya sebut mata kuliahnya. Tapi sangat disayangkan karena ini terjadi di fakultas humaniora—yang hampir keseluruhan rumpun ilmu di dalamnya membicarakan tentang bagimana menjadi manusia. Salah satu kasus, saya menemukan dosen yang menyerang kepribadian mahasiswa.

Lucunya, kami tak bisa melawan itu. Kami hanya duduk, diam, termangu mendengar kalimat nyelekit seperti ini; "Saya yang berikan nilai, kalian yang butuh saya."

Pertanyaan yang kemudian muncul, layakkah seorang dosen mengatakan itu? apakah dia telah memposisikan dirinya dengan sebagaimana mestinya?

Sementara seharusnya, sebagai dosen perlu kiranya pendekatan tertentu. Mengedukasi, menganalisis, dan mengevaluasi setiap mahasiswanya untuk menentukan nilainya patut dapat apa. Sebab masing-masing mahasiswa tentu berbeda kapasitasnya.

Dalam lingkungan pendidikan tinggi, tenaga pendidik seharusnya mendorong mahasiswa untuk mengembangkan nalar kritis mereka melalui diskusi, penelitian, dan debat.

Namun, terkadang ada situasi di mana kebebasan akademik dan nalar kritis dapat terbatas bahkan terancam. Pembatasan semacam itu dapat mempengaruhi kemampuan mahasiswa untuk mengembangkan nalar kritis mereka.

Mungkin banyak kejadian serupa, tetapi kami akan tetap diam dikuasai ketakutan. Ketakutan yang dibentuk dosen diperguruan tinggi.

Ketakutan, seolah sudah masuk dalam kurikulum pendidikan. Pendidikan yang tak hanya berdampak bagi mahasiswa , tapi juga pendidikan bangsa secara luas.

Apakah institusi pendidikan tinggi yang bangga menyematkan slogan Kampus Peradaban berencana melahirkan bangsa yang penakut dan dirancang sedemikian rupa diruang-ruang perkuliahan?


Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis!

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl