Iklan

Ragukan Peran Negara Terhadap Penganut Kepercayaan Lokal, Pengurus Dema FAH Adakan Dialog Publik

Lapmi Ukkiri
04 November 2022
Last Updated 2022-11-04T05:18:58Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini

Media, Ukkiri- Dewan Mahasiswa (DEMA) Fakultas Adab dan Humaniora (FAH) menyelenggarakan Dialog Publik pada hari Kamis kemarin yang bertajuk "Bagaimana Peran Negara Terhadap Eksistensi Kepercayaan Lokal Nusantara" di LT. FAH. Jumat (04/11/2022).

Peran negara dalam mengakomodir kepercayaan lokal sebagai warisan leluhur yang sudah ada sejak dulu di nusantara perlu diperhatikan secara serius mengingat keberadaannya semakin terpinggirkan. 

Abdul Rafik selaku Ketua Umum DEMA mengungkapkan alasan tema tersebut.  Selama ini negara hanya fokus mengurus moral masyarakat, namun negara sendiri luput menerapkan akhlak dan moralnya dalam memperhatikan masyarakat yang menganut kepercayaan lokal. 

"Dialog ini lahir dari hasil diskusi pengurus, khususnya bidang akhlak dan moral. Kami prihatin melihat akhlak dan moralnya ini negara dalam memperlakukan rakyatnya, makanya hadir tema tersebut. Kami mau melihat bagaimana akhlak dan moral negara bukan cuma rakyat terus yang dipermasalahkan akhlak dan moralnya saja, namun kami dari DEMA mau melihat akhlak dan moralnya negara lewat bagaimana dia memperlakukan masyarakat yang menganut kepercayaan lokal", tuturnya. 

Lebih lanjut, ia pula mengungkapkan tujuan diadakannya dialog tersebut. Masih banyak kepercayaan lokal yang tidak mendapatkan perhatian dari negara dan harus berlindung dibalik legalitas agama yang hanya diakui negara secara resmi.

“Hadirnya diskusi seperti ini pertama itu mungkin kami mau memperkenalkan bahwasanya di nusantara ini, banyak sekali kepercayaan lokal yang harus berlindung dibalik legalitas agama tadi. contohnya kayak Tolotan, Kajang, Patuntung, Alutidolo, mereka adalah kepercayaan lokal tapi dalam sistem kenegaraan harus menganut satu agama resmi yang diakui oleh negara. Jadi alasan utamanya adalah untuk memperkenalkan ke mereka bahwasanya kepercayaan lokal itu masih ada hari ini dan tidak hilang. Walaupun negara tidak mengajui mereka memiliki agama yang dianutnya dalam artian negara mengakui adanya 6 agama resmi", jelasnya.

Ichwal Ahmad selaku pembicara dari Mitologi Bumi Sulawesi mengatakan penting bagi mahasiswa untuk untuk mengetahui dan belajar tentang kepercayaan lokal. ia pula berharap kepada mahasiswa agar sering mengikuti kegiata-kegiatan sepeti ini, sebagai tempat untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan.

“Mahasiswa dianggap paling penting untuk memdalami atau paham tentang kepercayaan lokal, karena dia yang punya latar belakang akademik yang secara spesifik mempelajari budaya. Tonggak awalnya ada disini, harapanya terhadap mahasiswa agar banyak terlibat dan melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan seperti ini seminar-seminar terbuka, ekspedisi-ekspedisi komunitas, mengikuti acara-acara tradisi dan lain-lain itu bagian dari langkah awal dan harus dilakukan sehingga menambah khasanah pengetahuan dari pendidikan formal saja atau akademik tapi menambah khasanah kita secara langsung bersentuhan itu penting sekali", harapnya.



Askar Nur, S. Hum. Juga merupakan pembicara turut memberikan tanggapannya terhadap peran mahasiswa dalam merawat kepercayaan lokal, ia mengatakan bahwa penting bagi mahsiswa fakultas adab itu memahami budaya, karena masing-masing mahasiswa lahir dari budaya yang berbeda.

“Peranya mahasiswa atau promosi dalam pelestarian kebudayaan begitu sangat penting karena bagi mahasiswa, khususnya di fakultas adab dan humaniora mahasiswa itu tidak hanya berasal dari satu latar belakang budaya saja, tapi banyak. makanya pemahaman terkait budaya itu sangat penting", ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga mengunkapkan tidak adanya topik perkuliahan berbeda dengan didikan orang tua yang membebaskan anaknya untuk bisa keluar dari masalahnya sendiri. Lantas itu tidak di terapkan dalam ruang perkuliahan.

“Pendidikan juga memiliki peran penting terhadap hal demikian. Misalnya begini anak yang terlahir dengan didikan prinsip-prinsip mapatabe, mapakiade dan seterusnya, itu akan kaget dengan proses pembelajaran yang terbilang fulgar, proses pembelajaran yang dulu mereka di ajar menemukan masalahnya sendiri dan menyelesaikan, lantas di ruang perkuliahan dia menemukan topik perkuliahan yang seakan-akan telah dinyatakan sebagai sesuatu yang benar. 

Tidak hanya itu, Askar yang merupakan mahasiswa Pascasarjana Antropologi Universitas Hasanuddin Makassar menekankan kampus seharusnya berusaha menghadirkan kurikulum yang khusus membahas latar belakang kebudayaan mahasiswa, sebagai bekal dalam mengimplementasikan moderasi beragama. 

“Kurikulum yang bagaimana membuat kaya mereka ini tidak meninggalkan kebudayaan lokal, artinya apa ada kurikulum secara umum yang memang di pasang atau pun di paketkan itu khusus membahas tentang latar belakang kebudayaan. Artinya apa kita disini misalnya kampus islam, kampus yang mayoritas penganut semuanya islam apa yang kita butuhkan juga sebagai bekal missalnya ini pekerjaannya teman-teman di stadi agama-agama mahasiswa juga harus memliki bekal dalam proses moderasi beragama salah satu power ataupun terlaksananya proses moderasi yang baik itu adanya penerimaan terhadap masyrakat lokal ataupun kebudayaan lokal, nah kalau itu di tampilkan maka yakin dan percaya proses moderasi itu hanya akan berjalan bukan di masyrakat tapi di tataran institusi saja masyrakat itu punya banyak tradisi dan kearifan lokal hingga akhirnya ada masyarakat yang bahkan tidak masuk di kelompok masyarakat agama yang tidak diakui 6 agama itu yang di akui negara, bahkan mereka memiliki kepercayaan sendiri", pungkasnya.

Reporter: Afanullah
Editor: Rifa'Atul Mahmudah 
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl