masukkan script iklan disini
Siapa yang tidak muak mendengar berita tentang intervensi pimpinan kampus terhadap setiap aktivitas organisasi kemahasiswaan?
Saya dan begitu pula kalian yakin pasti sudah sangat muak dengan watak pimpinan kampus yang satu ini. Intervensi, intervensi dan terus mengintervensi, sehingga ruang gerak organisasi kemahasiswaan begitu sangat terbatasi.
Berbicara tentang mengintervensi organisasi kemahasiswaan, tampaknya Pimpinan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) adalah salah satu yang paling jago dari banyak jago lainnya dalam mengintervensi organisasi kemahasiswaan. Ok, tanpa berlama-lama mari saya ajak pembaca untuk melihat bagaimana bentuk intervensi yang dilakukan oleh Pimpinan FEBI terhadap organisasi kemahasiswaan di lingkup FEBI.
Eits, tunggu dulu. Sejak kepengurusan organisasi kemahasiswaan FEBI periode tahun berapa yang mau kita ulas bentuk intervensinya? Kalau kita mau ulas dari beberapa tahun yang telah lalu, saya kasihan terhadap pembaca karena akan capek dalam membaca tulisan yang merupakan ekspresi kemuakan yang tak terbendung ini. Bukan hanya kasihan terhadap pembaca, saya pun kasihan terhadap diri saya sendiri jika mengulas terlalu jauh ke belakang, karena yang pertama akan itu mengorek luka lama yang tentunya sangat menguras perasaan marah yang berlebih, dan yang kedua akan sangat banyak menguras waktu untuk mengekspresikan kemuakan sedangkan saya tuliskan dalam keadaan belum tidur menjelang datangnya pagi di hari sabtu penghujung bulan Maret ini.
Tanpa berlama-lama lagi, saya akan membatasi tulisan ini untuk melihat bentuk intervensi Pimpinan FEBI terhadap organisasi kemahasiswaan di FEBI pada awal tahun 2022 ini.
Masih sangat hangat dibenaknya kita di bulan Januari lalu, atau bahkan di antara kalian masih ada yang belum sembuh luka yang dirasakan, dimana Pimpinan FEBI bahkan berupaya sangat jauh dalam mengintervensi organisasi kemahasiswaan FEBI. Mengapa saya katakan sangat jauh, karena Pimpinan Fakultas bahkan sampai mencoba mengintervensi Formatur Ketua Umum terpilih, dalam kasus ini Formatur Ketua Umum Dewan Mahasiswa (DEMA) FEBI, dalam penyusunan struktur kepengurusannya.
Salah satu calon pengurus DEMA FEBI saat itu dilarang untuk mengurus di DEMA. Padahal calon pengurus tersebut memenuhi kriteria untuk menjadi pengurus DEMA sesuai dengan Buku Pedoman Mahasiswa (BPM) UIN Alauddin Makassar tahun 2021. Konyol tidak sikap dari Pimpinan Fakultas ini, kawan? Tentu tidak konyol, tapi sangatlah konyol. Pertanyaannya, sebenarnya yang mau mengurus di organisasi kemahasiswaan itu siapa? Pimpinan Fakultas kah atau mahasiswa? Tentu kita semua sebagai mahasiswa yang peduli terhadap pentingnya posisi organisasi kemahasiswaan.
Tidak usah kita berlama-lama bahas persoalan ini karena tentunya organisasi kemahasiswaan FEBI tidak bersepakat akan hal tersebut dan berkat solidaritas yang kuat di tataran organisasi kemahasiswaan FEBI berhasil menolak bentuk intervensi tersebut. Selanjutnya saya akan mengajak pembaca untuk melihat bentuk kekoyolan lainnya.
Beberapa hari yang lalu, pimpinan fakultas FEBI mengeluarkan kebijakan secara lisan yang sama sekali tak berdasar yang tampak sangat jelas bukan hanya bentuk intervensi, melainkan juga bentuk polarisasi yang berupaya dimainkan pimpinan fakultas kepada organisasi kemahasiswaan FEBI. Bahkan, kebijakan lisan tersebut bertentangan dengan kebijakan UIN Alauddin Makassar yang ditandatangani langsung oleh Rektor Prof. Hamdan Juhannis.
Pimpinan Fakultas FEBI tolak proposal pencairan anggaran organisasi kemahasiswaan FEBI, dalam kasus ini HMJ Ilmu Ekonomi yang akan mengadakan kegiatan Basic Jurnalisme, jika tetap akan melangsungkan kegiatan diluar kampus. Artinya jika seperti itu, dalam istilah Buku Pedoman Mahasiswa (BPM) UIN Alauddin Makassar tahun 2021, Pimpinan FEBI lakukan pemblokiran anggaran.
Pemblokiran anggaran yang dilakukan Pimpinan FEBI ini sangatlah konyol menurut saya. Namun, dengan gagahnya membawa-bawa nama negara, Dekan FEBI menjelaskan kepada Pjs Ketua Umum Dema, Ketua Umum HMJ Manajemen, dan Ketua Umum HMJ Ilmu Ekonomi saat menyambangi ruangan Dekan FEBI untuk meminta klarifikasi.
Dari keterangan Ketua HMJ Ilmu Ekonomi yang saya dapatkan, landasan Dekan FEBI tidak akan mencairkan anggaran organisasi kemahasiswaan karena anggaran organisasi kemahasiswaan itu merupakan uang negara yang harus pihak pimpinan kontrol dan pertanggungjawabkan. Olehnya itu, Pimpinan Fakultas harus paham betul bentuk kegiatannya dan organisasi kemahasiswaan diarahkan untuk berkegiatan di Aula Fakultas.
Lebih lanjut lagi, ia mengatakan bahwa Dekan FEBI mengakui telah membuat kebijakan bahwa semua kegiatan harus dilaksanakan di Aula Fakultas.
Disini saya mau tegaskan bahwa, argumentasi dari Dekan FEBI sama sekali tidak berdasar, tidak diatur dalam BPM UIN Alauddin Makassar 2021, dan bahkan bertentangan secara tidak langsung dengan berbagai kebijakan yang ditandatangani Rektor bahkan bertentangan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dalam Pasal 20 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa perguruan-perguruaan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitiaan, dan pengabdiaan kepada masyarakat. Tiga poin yang wajib dijalankan oleh perguruaan tinggi tersebut lebih kita kenal dengan istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Artinya, sikap Pimpinan FEBI tidak mendukung aktivitas organisasi kemahasiswaan dengan cara tidak mencairkan anggarannya jika berkegiatan di luar kampus, tentu hal ini bertentangan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Dengan adanya kebijakan lisan dari Pimpinan Fakultas ini akan membatasi organisasi dalam mengaktualisasikan salah satu poin dalam Tri Dharma Perguruaan Tinggi, yaitu pengabdian kepada masyarakat.
Di dalam BPM UIN Alauddin Makassar 2021, sama sekali tidak ada poin yang menjelaskan bahwa anggaran organisasi kemahasiswaan akan diblokir pimpinan jika berkegiatan diluar kampus. Bahkan diberbagai poin menyiratkan dukungan terhadap organisasi kemahasiswaan untuk berkegiatan di luar kampus, dalam hal ini salah satunya dengan pengabdian kepada masyarakat.
Bahkan dalam tujuan organisasi yang kedua yang dijelaskan dalam BPM UIN Alauddin Makassar bahwa tujuan organisasi adalah “Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau seni, bakat dan minat serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan memperkaya kebudayaan nasional yang bernuansa Islami dan berwawasan kebangsaan.”
Bukan hanya itu, aktivitas organisasi kemahasiswaan yang notabenenya adalah kegiatan ekstrakurikuler juga didefinisikan di dalam BPM UIN Alauddin Makassar 2021 dengan narasi pro aktivitas organisasi kemahasiswaan di luar kampus. Narasi tersebut berbunyi “kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan yang menyangkut kemahasiswaan yang meliputi pembinaan akhlak, moral, pengembangan akademik, penalaran keilmuan, minat dan bakat, pengabdian kepada masyarakat serta upaya mewujudkan kesejahteraan mahasiswa dalam lingkungan UIN Alauddin Makassar.”
Disini biasa kita lihat bahwa mulai dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dan BPM UIN Alauddin Makassar yang seharusnya dijunjung tinggi oleh civitas akademik kampus, sama sekali tidak ada yang menekankan, baik secara langsung maupun tidak langsung, tentang larangan organisasi kemahasiswaan berkegiatan di luar kampus. Namun, nyatanya Pimpinan FEBI malah tidak mau mencairkan anggaran organisasi kemahasiswaan jika tetap ingin berkegiatan di luar kampus.
Selanjutnya, persoalan pemblokiran anggaran yang dilakukan oleh Pimpinan FEBI terhadap organisasi kemahasiswaan yang tetap ingin melakukan aktivitas di luar kampus. Ini juga sangat konyol, karena bukan cuman tidak berdasar, bahkan dengan pemblokiran anggaran organisasi kemahasiswaan FEBI oleh kebijakan lisan Pimpinan Fakultas itu bahkan melampaui aturan yang dibuat oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjenpendis).
Aturan Dirjenpensi yang dilampau oleh Pimpinan FEBI bisa kita lihat juga dalam BPM UIN Alauddin Makassar bagian Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 4961 Tahun 2016 Tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Dalam lampiran tersebut, sanksi organisasi kemahasiswaan berupa pemblokiran anggaran diberikan apabila, “1. Menyalahgunakan wewenang atas nama organisasi kemahasiswaan, 2. Tidak membuat laporan kegiatan, 3. Mengadakan kegiatan yang tidak sejalan dengan visi-misi dan tujuan PTKI.”
Jadi, sama sekali tidak ada landasan Pimpinan FEBI melakukan pemblokiran anggaran organisasi kemahasiswaan hanya karena persoalan organisasi kemahasiswaan yang ingin beraktivitas di luar kampus. Luar biasa kebijakan lisan Pimpinan FEBI ini yang bahkan sampai melampaui kebijakan Dirjenpendis.
Saat dijumpai oleh di ruangannya, Ketua HMJ Ilmu Ekonomi mengatakan bahwa dekan berdalih kebijakan lisannya Pimpinan FEBI memblokir anggaran organisasi kemahasiswaan jika berkegiatan di luar ini adalah arahan langsung dari Pimpinan. Sungguh aneh memang Pimpinan FEBI ini, apakah beliau-beliau yang terhormat itu selaku Pimpinan FEBI tidak membaca Surat Edaran Nomor: B-204/Un.06.1/PP.009/03/2022 Tentang Surat Edaran Rektor UIN Alauddin Makassar Tentang Tata Tertib Lembaga/Organisasi Kemahasiswaan Dalam Lingkup UIN Alauddin Makassar yang ditandatangani oleh Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan dan Alumni?
Dalam 5 Pasal Surat Edaran tersebut sama sekali tidak ada yang menjelaskan tentang pemblokiran anggaran organisasi kemahasiswaan jika berkegiatan di luar lingkup kampus. Lantas, arahan pimpinan mana yang dimaksud Dekan FEBI? Kalau memang itu arahan dari Pimpinan Rektorat , mengapa arahan itu tidak dimasukkan ke dalam Surat Edaran yang di tandatangani oleh Rakil Rektor III, padahal Surat Edaran tersebut baru dikeluarkan pada 11 Maret 2022 lalu. Dekan FEBI pun mengatakan bahwa sudah membuat kebijakan tentang persoalan tersebut, namun Surat Edaran Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam yang mengatur persoalan tersebut juga tidak ada.
Sangat jelas menurut saya ini bukan hanya suatu bentuk intervensi Pimpinan FEBI terhadap organisasi kemahasiswaan, tetapi juga bentuk polarisasi untuk memenjarakan aktivitas organisasi kemahasiswaan FEBI terbatas hanya di lingkup fakultas atau kampus saja. Tentu ini akan sangat membatasi ruang gerak dari organisasi kemahasiswaan ditataran FEBI.
Penulis: NanDitoSlank