Feminisme Sebagai Gerakan Emansipasi Menciptakan Ruang Aman dan Nyaman Bagi Kemanusiaan

 


Oleh: Nuraida Hirata

Feminis memperjuangkan dua hal yang selama ini tidak .dimiliki kaum perempuan pada umumnya, yaitu persamaan hak mereka dengan laki-laki dan otonomi untuk menentukan apa yang baik untuk dirinya sendiri. Banyak hal dalam masyarakat, perempuan di anggap sebagai second sex, warga kelas yang kemudia dipaksa untuk tunduk pada kaum laki-laki.


Perempuan yang katanya indah justru dieksploitasi, di mamfaatkan kecantikannya untuk memuaskan mata laki-laki. Tidak hanya itu perempuan bahkan telah dijadikan objek komersialisasi seksualitas yang dapat kita liat dari iklan dan film-film yang menempilkan kemolekan tubuh seorang perempuan. Maka salah satu agenda kemanusiaan yang harus segera ditindak lanjuti adalah memujudkan kesetaraan dalam system hubungan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat.


Feminisme adalah gerakan untuk mengakhiri patriarki, eksploitasi dan penindasan. Feminisme juga dapat digambarkan sebagai gerakan politik, budaya dan ekonomi yang bertujuan untuk menegakkan persamaan hak dan perlindungan hukum bagi perempuan. Sedangkan system patriarki adalah system yang menempatkan perempuan pada posisi nomor dua setelah posisi laki-laki yang di anggap superior.


Jelas sekali bahwa laki-laki mendapatkan mamfaat dari patriarki. Mereka mengganggap dirinya lebih tinggi dari perempuan dan harus menguasai dunia. Celakanya mereka justru dipaksa untuk mendominasi dan menindas perempuan menggunakan kekerasan untuk menjaga keutuhan patriarki. Peningkatan kesadaran feminis menekankan pentingnya mempelajari patriarki sebagai system dominasi. Memahami cara dominasi laki-laki dalam kehidupan sehari-hari akan menciptakan kesedaran pada perempuan tentang cara perempuan menjadi korban eksploitasi dan korban penindasan.


Dalam kaca mata ekonomi, kedudukan perempuan dibawa laki-laki berakar pada ketergantungan ekonomi. Charlotte perkins gilman dalam satu bukunya mengatakan bahwa seorang perempuan akan kehilangan aktivitas ekonomi dan mengubahnya secara keseluruan menjadi seks. Maka sesungguhnya status sekunder perempuan berdasar lebih kepada masalah ekonomi dari pada social maupun budaya.


Hal ini berarti bahwa, dalam masyarakat dengan budaya tertentu, apabila seorang perempuan secara ekonomi dominan dari laki-laki maka ia mampu memegang kedudukan yang lebih superior dari laki-laki. Hubungan antara perempuan, pasar dan Negara adalah kompleks. Negara tidak selalu berjalan sesuai mau perempuan, dan pasar tidak selalu berjalan berlawanan dengan kepentingan perempuan. Problem dalam hubungan segitiga ini berdampak pada  partisipasi perempuan dalam rana politik. Hal ini disebabkan oleh adanya pertimbangan bahwa perempuan tidak mandiri secara ekonomi kerna bergantung pada pihak lain.


Kamla Bhasin meyebutkan bahwa laki-laki tidak selalu di untungkan oleh patriarki. meski secara konseptual, para feminis meyebut patriarki sebagai system dominasi laki-laki terhadap perempuan yang berarti budaya patriarki memang memberi banyak keistimewaan pada laki-laki berupa kedudukan dan status.


Namun apakah laki-laki selalu di untungkan olehnya? Jawabannya jelas tidak. Patriarki ternyata berperan dalam proes peletakkan laki-laki kedalam peryataan “laki-laki ideal” gagah, heteroseksual dan berpengasilan. Patriarki memaksa laki-laki untuk bertindak, berperilaku dan berpenampilan tertentu.


Sebab itu, patriarki berperan dalam proses penyeragaman laki-laki dan tidak memberikn ruang bagi laki-laki yang memiliki kecenderungan berbeda (gemulai dan lembut) diluar dari citra idealnya. Konsep laki-laki ideal ini melahirkan hierarki dalam kelelakian. Penindasan terhadap laki-laki diluar konsep laki-laki ideal.


Hal ini dengan jelas membuktikan bahwa penindasan tidak hanya di alami oleh perempuan kerna pada kenyataannya laki-laki pun turut menjadi korba di kasus-kasus tertentu. Maka feminis tidak hanya berlaku untuk perempuan tapi untuk semua orang yang menginginkan keadilan dan ruang yang aman dalam segalah aspek kehidupan.


Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis