Oleh: Aidah Nuranindita
Komisariat Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijayaga Yogyakarta
Essai Terbaik I Pada Kohati Fest yang diadakan oleh Kohati Komisariat Adab dan Humaniora Cabang Gowa Raya
Berbicara mengenai feminism maka kita harus berangkat dari permasalahan yang hadir di tengah masyarakat yang berkaitan dengan relasi antara laki laki dan perempuan, yang di sebut Isu Gender, Perdebatan dan teori tentang gender dalam dunia akademik bukanlah hal baru yang kita temui saat ini. Sejak 1985-1995 banyak para intelektual, aktivis dan LSM mulai mendiskusikan teori feminis dan analisis serta relevansinya dengan proses sosial politik di Indonesi.
Seiring dengan
pesatnya kemajuan pengetahuan dan teknologi sehingga pengetahuan tentang yang
membuat beberapa orang atau sekelompok orang khususnya perempuan sebagai objek
yang selalu mendapat ketidakadilan merasa sadar akan ketertindasan yang
dialaminya baik dalam ranah publik maupun domestik. Selanjutnya berangkat dari
kesadaran tersebut maka lahirlah feminism
yang dapat di artikan sebagai sebuah aliran, pemikiran atau kesadaran yang
melihat bahwa terdapat banyak diskriminasi dan ketidakadilan terhadap perempuan
di Masyarakat. Gender pun dapat diartikan sebagai bentuk perlawanan dari ketertindasan
perempuan.
Lantas berbicara mengenai
ketertindasan dan diskriminasi terhadap perempuan apakah diskriminasi tersebut
memandang kelas sosial, ruang lingkup dan sebagainya ? Jawabannya adalah
“Tidak” Diskriminasi terhadap perempuan dapat kita jumpai di setiap sudut, baik
itu Sosial, Ekonomi, Politik, Agama, Akademik bahkan organisasi. Hal tersebut
terjadi karena konstruksi sosial yang sangat kuat di masyarakat yang mana paham
ataupun pengetahuan bahwa laki laki selalu menjadi yang utama adalah hal yang
seperti alamiah terjadi padahal nyatanya hal tersebut terjadi karena konstruksi
sosial itu sendiri.
Lalu bagaimana bentuk ketertindasan dan ketidakadilan yang sering di alami oleh perempuan. Misalnya dalam hal pendidikan banyak masyarakat yang masih memberikan sterotip bahwa untuk apa seorang perempuan berpendidikan ketika akhirnya nanti dia akan menjadi ibu rumah tangga. Kasus lainnya adalah banyak perempuan yang “HARUS” hidup dalam definisi orang lain. Serta banyaknya kasus pelecehan dan kekerasan sexual terhadap perempuan baik dalam ranah akademik seperti kampus, sekolah, pesantren, serta dalam masyarakat secara umum. Hal tersebut tentu harus menjadi perhatian khususnya oleh “KOHATI” sebagai organisasi yang terkait perempuan.
Dari banyaknya ketertindasan , diskriminasi dan kekerasan yang terjadi kepada perempuan maka perlukan feminism dijadikan sebagai alat analisis?. Maka penulis memiliki pandangan perlu. Feminism digunakan sebagai sebuah alat analis untuk mendeteksi dan mendeskripsikan dan mengeksplorasi tuntutan kaum perempuan sehingga feminism disini tidak hanya berbunyi sebagai teori tetapi kesadaran baik individu maupun kelompok untuk membebaskan perempuan dari ketertindasan tersebut feminism lahir sebagai perjuangan demi kesetaraan, martabat dan kebebasan perempuan untuk mengontrol dirinya tubuhnya baik di ranah publik maupun domestik.
Sehingga
definisi feminism disini tidak hanya berhenti peda teori atau perdebatan tetapi
juga dapat di jadikan alat analisis yang mana dapat membantu seorang peneliti
untuk menemukan atau mengungkap sebab dan alasan mengapa diskriminasi dan
ketidakadilan tersebut terjadi. Melihat sudut pandang perempuan sebagai korban,
dan setelahnya mampu memahami situasi tersebut sehingga harapannya langkah yang di ambil tepat.
Dengan adanya analisis tersebut diharapkan mampu membuat kita mengetahui apa yang harus di lakukan setelahnya, bagaimana penanganannya, bagaimana cara memegagnya dan hal-hal lain yang mungkin jika tidak di analisis tidak akan diketahui. Sehingga disini penulis memiliki pandangan bahwa ketika feminism ini di jadikan alat analisis maka kita dapat memetakan hal apa selanjutnya terlebih dalam hal pencegahan, penenangan, dan pemulihan terhadap korban ketertindasan tersebut.
Tulisan Sepenuhnya Tanggung Jawab Penulis