Iklan

Filsafat Perempun dalam Islam

Lapmi Ukkiri
06 September 2021
Last Updated 2021-09-10T12:27:35Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini

 



Oleh: Irmawati

 

Berbicara mengenai Perempuan saya menyebutnya sebagai amunisi kehidupan, simbolis rahim peradaban dan perihal keindahan lainnya ia juga merupakan sumber kebaikan yang banyak.


Namun tak dapat di pungkiri ada saja isu-isu seputar polemik perempuan, baik ketimpangan gender, diskriminasi dan segala bentuk risalah yang diakibatkan oleh sistem kapitalisme dan patriarkat.


Untuk mengetahui lebih jauh problem di atas saya akan mengaitkan dengan filsafat, dimana ketika kita berbicara perihal ketidakadilan maka filsafat adalah jawaban atas semuanya, Sebab berfilsafat akan mengantarkan kita pada kebijaksanaan. Yakni Kebijaksanaan yang membawa pada sikap yang egaliter, inklusif, apriori, dan relativitas dalam berfikir.


Olehnya sangat urgen jika kita mengaji lebih jauh seputar filsafat perempuan dalam Islam. Mengurai bagaimanakah sebenarnya eksistensi perempuan dalam kehidupan sosial, termarginalkan kah atau menjadi spesies yang inferior.


Namun sebelum itu saya akan mendudukkan dulu ideologi para filsuf Yunani pada abad pertengahan terkait pandangan mereka terhadap perempuan itu sendiri.


Dalam filsafat sendiri, kita bisa menjumpai gagasan para filsuf yang berbau misoginis . Gagasan ini didasarkan oleh pandangan para filsuf yang berangkat dari pengalaman mereka lalu digeneralisasikan menjadi pengetahuan dan pengalaman kemanusiaan.


Posisi perempuan dalam filsafat yang cenderung dianggap sepele dan dipinggirkan dari sejarah panjang pergumulan filsafat dunia mengantarkan perempuan pada posisi termarginalkan dalam filsafat dan ilmu pengetahuan.


Banyak Filsuf yang secara implisit memosisikan perempuan misoginis dalam filsafat, di antaranya:


Pertama, Aristoteles menyebutkan bahwa perempuan sederajat dengan budak atau hamba sahaya.


Kedua, Plato sendiri menempatkan kehormatan laki-laki pada kemampuannya memerintah, katanya laki-laki lebih gagah perkasa sementara kehormatan perempuan terletak pada kemampuannya melakukan pekerjaan sederhana/hina dengan terdiam tanpa bicara ibarat patung dan keberadaannya tidak dianggap dikalangan laki-laki.


Ketiga, Rene Descartes dalam diftongnya "Saya berfikir maka saya ada" yang mana kata ada subjek (laki-laki) artinya hanya laki-laki yang rasional sedang perempuan irasional.


Keempat, Hegel mengatakan bahwa perempuan tidak dapat berpikir universal. Oleh karena demikian, ia (perempuan) tidak bisa memimpin sebuah negara, sebab perempuan hanya cocok pada pekerjaan domestik yakni sumur, kasur dan dapur.

 

Sementara filsuf yang secara eksplisit memposisikan perempuan misoginis dalam filsafat, di antaranya adalah Immanuel Kant dan Socrates bahwa hanya laki-laki yang memiliki jiwa sedang perempuan tidak. ia cenderung menggunakan perasaan.

 

Padahal jika ditinjau lebih jauh pada aspek perasaan, saya tidak mengklaim laki-laki tidak memiliki hati tepi dalam buku Islam dan kosmologi perempuan sendiri disebutkan bahwa perempuan memiliki 9 hati 1 akal dan laki-laki memiliki 9 akal dan satu hati yang mana fungsi dari masing-masing keduanya adalah saling mengimbangi akal tunduk pada hati dengan penyucian jiwa (tazkiyah nafs).


Jadi kalau kita lihat dari sisi tersebut ternyata hati di sini tingkatannya tinggi dibandingkan akal dan eksistensi perempuan sangat terkait dengan laki-laki yang perlu dibangun sebenarnya adalah keseimbangan bukan dominasi pun hegemoni.


Tak hanya itu, ada beberapa dogma yang tak jarang kita temui, bahwa secara struktur penciptaan ada yang mengatakan perempuan diciptakan dari tulang rusuk laki-laki, menurut saya ini hanya doktrin semata yang tidak memiliki landasan ilmiah untuk mendiskreditkan posisi perempuan dalam kemanusiaan.


Dalam perspektif Islam sendiri, Murtada Mutahari mengatakan bahwa posisi perempuan dan laki-laki itu setara, ia sama-sama memiliki potensi yang membedakan keduanya hanyalah "Ketakwaannya".


Islam menentang bentuk diskriminasi suatu kaum sebagai mana dalam buku Murtada Mutahari "Filsafat Perempuan dalam Islam" bahwa perempuan memiliki kemerdekaan sosialnya bisa kita lihat pada Fatimah as Zahra putri Rasulullah, dimana ia secara adil memberikan hak untuk memilih dengan siapa menikah.


Islam memberikan penuh kemerdekaan terhadap hak laki-laki dan perempuan dalam menjalani hidup tidak ada yang dimarginal atau tersubordinasikan. Segalanya dihargai dan dihormati.


Pada dasarnya, kita satu "manusia" yang membedakan hanyalah biologi dan fungsinya.

Oleh karena itu ,apapun yang menjadi tantangan kita hari ini, terkuntum oleh sistem atau budaya yang tidak adil bagi kita Sudah saatnya kita sebagai perempuan mempunyai jalan pikiran sendiri, apa yang menjadi halangan atau kemajuannya kita sebagai seorang perempuan adalah bergantung dari diri kita sendiri.


Tulisan Sepenuhnya Tanggung Jawab Penulis

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl