Perjalanan Birahi



Oleh: Adnan

Waktu itu, ketika Abot bertemu dengan Alona di Cafetaria, kampus Uinam, Cafetaria itu tampak sepi. Kursi kosong tidak tersusun dengan rapi hanya ada satu-dua mahasiswa yang makan di sana. Duduk sambil minum kopi di lantai dua, mereka membicarakan hasrat seksual. Tiba-tiba Alona menanyakan, "Bagaimana hasrat bekerja?" Setelah memperbaiki duduknya dia melanjutkan, "Apakah dengan melihat bentuk tubuh hasrat itu dapat bekerja? Parahnya, Abot mendiskusikan hal ini setelah melakukan eksperimen. 

Suatu hari, Abot berada di Cafetaria depan perpustakaan Syekh yusuf setelah dia mengikuti kuliah.  Waktu itu, ia sedang minum kopi dengan temannya. Di depannya perempuan lalu-lalang; dia melirik kaki perempuan itu di antara lutut dan pergelangan kakinya; dari pandangan itu Abot mendapat kesan kulit yang sangat putih sehingga dia bisa melihat biru urat perempuan itu. Fantasinya membawanya membayangkan persanggamaan dengan perempuan itu. Entah, mengapa, hasrat Abot menggebu-gebu ketika melihat hal yang demikian. 

Dari perpustakaan tampak dua orang perempuan berjalan kaki menuju Cafetaria. Perempuan pertama tampak memiliki tubuh yang berlemak, pinggul yang lebar, betis yang besar dan keras. Kalau ia mengingat perbincangan cabul antara dia dan temannya, itu menandakan bahwa birahi perempuan itu besar. Perempuan kedua tampak memiliki tubuh yang pendek, hidung yang mancung, dagu yang panjang. Mengingat perbincangan yang sama dengan temannya, itu juga menandakan vaginanya sedikit menganga dan memiliki sedikit bulu. 

Selama hidup di pesantren Abot tidak bisa melakukan apa yang dilakukannya sekarang. Sejak lama sebenarnya dia penasaran dengan tubuh. Dia bertanya-tanya sendiri ketika untuk pertama kalinya di pesantren dia mimpi basah. Dia masuk ke dalam kamar mandi dan memerhatikan penisnya dengan sangat teliti seperti seorang ilmuan bekerja di dalam lab. Hari-hari setelah itu dia semakin penasaran mengapa penisnya selalu berdiri ketika membayangkan tubuh perempuan. 

Semenjak lulus dari pesantren dia akhirnya bisa melihat dunia luas. Kota menawarkan segala riuh-rendah kenikmatan. Segalanya bisa terjadi di kota. Rasa penasarannya terhadap tubuh perempuan muncul lagi ketika masuk kuliah. Banyak yang terjadi dalam hidupnya ketika di kota sehingga memungkinkan dia mengeksplorasi rasa penasarannya itu. 

Abot banyak mendengar perempuan bayaran, ada banyak tempat hiburan malam, ada banyak bentuk tubuh perempuan, dan lain sebagainya. Ia berpikir begini, "Mungkin, pacaran dengan salah satu dari mereka saya dapat melampiaskan hasrat kepada seseorang." 

Ia coba mendekati perempuan beberapa kali, tetapi tak seorang pun yang ia dapatkan. Perempuan pertama, bernama Anisa. Ia mengenal Anisa sewaktu proses pendaftaran ulang ketika maba di kampus. Dari jauh-jauh hari, Abot telah melirik bentuk tubuh Anisa. Tumit yang bersih. Alis yang tebal. Bibir yang kering. 

Matahari menenggelamkan dirinya ke barat. Pertanda hari memasuki malam. Malam mulai sejuk terasa hingga merasuk ke jiwa. Dari atap rumah air berlinang bergiliran. Dinginnya malam. Tiba-tiba telepon berdering dari laci kamar. Anisa memberitahu Abot bahwa kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Abot pun bergegas membawakan obat-obatan untuknya. Anisa terbaring lemas. Dibalik tubuh yang lemas itu hasratnya tidak terpicu. Dia heran juga mengapa bisa begitu. Dia sebenarnya ingin menindih tubuh Anisa malam itu. Namun, karena tidak ada efek apa-apa pada dirinya, dia tinggalkan kamar Anisa dalam keadaan kecewa. 

Perempuan kedua bernama Indah. Ia memiliki tubuh pendek berlemak, alis tipis, bibir tipis, berkumis. Hari-harinya ia habiskan bersama. Mulai dari kerja tugas sama-sama, makan sama-sama, hingga tidur sama-sama juga. Meskipun begitu, mereka tidak pernah saling menelanjangi. Padahal tujuan Abot melakukan itu semua adalah menelanjangi Indah dan menikmati payudara besar miliknya. Seperti perempuan sebelumnya, dia gagal. 

Abot lelah mengikuti hasrat seksualnya. Dia merasa gagal. Namun, ia tak akan putus asa. Mungkin, karena kehidupan pesantren selama dua belas tahun membuat ia begini. Dari sekolah dasar sampai sekolah madrasah aliyah, ia tidak pernah melihat perempuan, dan tidak pernah tahu bentuk tubuh perempuan; seperti apa payudara, seperti apa vagina, bagaimana rasanya ketika bercinta. Kalau pun ia melihat perempuan, itu karena kakak atau adik bahkan ibu dari teman kamarnya yang datang berkunjung. 

Beberapa pekan setelah kegagalan terakhirnya, Abot merasa gelisah karena tak kunjung mendapatkan objek hasratnya. Ia mengelilingi kota sepanjang hari. Di dekat poros jalan raya, ia sempat melirik iklan yang mengatakan bahwa, "Halo Makassar, ayo daftar Gojek sekarang dan dapatkan bonus Rp.500.000.-Pendaftaran gratis." 

Setelah melihat iklan itu dia mendapat ide. Dia harus melakukan sesuatu. Ia pun bergegas melakukan pendaftaran. Ini adalah kesempatan. Satu-satunya jalan untuk membuat hasrat seksualnya terpenuhi adalah menyewa perempuan. Namun, karena dia tidak memiliki uang, dia tidak mungkin menyewa satu pun perempuan. Dan ini adalah kesempatan. 

Keesokan harinya, Abot mulai mengaktifkan aplikasi Gojek seharian penuh. Sekali coba, ia mendapat keuntungan lebih-kurang 150 ribu. Hari-hari berikutnya semakin menegaskan keberuntungannya. Dia mendapat uang dua kali lipat dari kemarin. 
Dalam dirinya bergumam, “Vagina, tunggu aku. Akan kubawakan kau penis.” 

Dari banyak teman, Abot mendapat berbagai informasi tentang cara mendapatkan perempuan bayaran. Saat itu dia memegang uang lima ratus ribu. Sebelumnya aplikasi kencan online telah terinstal di HP-nya. Aplikasi itu dia buka dan dia tenggelam di dalamnya. 

Ternyata ada banyak jenis perempuan di dunia ini. Abot kagum kepada mereka semua karena telah bersedia menyediakan tubuhnya untuk dinikmati oleh Abot. Dalam hidup Abot, dia tidak pernah membayangkan ada kehidupan yang indah seperti ini, di mana perempuan menual dirinya dengan sukarela kepadanya. 

Di depan matanya, layar HP menunjukkan padanya satu-satu perempuan yang akan dipilihnya. Setelah melakukan proses seleksi, dia memilih satu. 

Mereka berkomunikasi, dan perempuan itu menetapkan harga. 

Awalnya Abot kaget mendengar harga yang harus dibayarnya. Perempuan itu mengatakan untuk satu malam dia biasa dibayar tujuh ratus ribu. Terlalu mahal. Padahal uangnya hanya lima ratus. Lama mereka bernegosiasi. Akhirnya, perempuan itu mengatakan, “Empat ratus ribu, tubuhku milikmu.” 

Dan begitulah Abot akhirnya bercinta dengan perempuan itu. 

Saat pertama kali berciuman, Abot merasa sedang memakan jelly. Dia merasa bibir ternyata bisa sekenyal itu. Dia mengulum bibir perempuan itu dengan sembrono seperti sedang mengemut permen. Itu adalah ciuman pertamanya dan rasanya dia telah menjadi manusia seutuhnya. Tangannya mulai meraba payudara perempuan itu. Dia memainkan puting susu perempuan itu dan menyangka sedang memegang analog kontrol PS 3. “Seru sekali ternyata, seluruh orang di dunia harus mencoba ini.” 

(Tulisan Sepenuhnya Tanggung Jawab Penulis)