Oleh: Daeng Pamatte', Founder ASASI (Appa' Sulapa' Institute)
Al seorang sarjana muda cumlaude, yang
masih kebingungan mencari sebuah wadah tempatnya menanggung titel pasca
menyelesaikan studi S1 nya di kampus karena sentimen tak langsung dari orang
tua. Sebulan sejak setelah Al mengambil selembar kertas dengan bubuhan tanda
tangan rektor yang tampak mengkilat di atasnya. Menjadi simbol telah menggapai
garis finish dari cabang kampus Islam negeri ternama di Indonesia bagian Timur.
Di sisi lain pada gerbang kehidupan nyata tampak berbeda dengan apa yang
dikira. Yang menjadi garis start awal dalam memasuki bilik kehidupan
nyata. Tak lebih menyenangkan pada masa-masa kecil Al yang penuh canda tawa,
bermain sepuasnya, bebas dari asmara romantika dan masih banyak lagi tanpa
tuntutan berlebihan. “Selamat datang, di negeri antah berantah” pungkasnya.
Begitulah kehidupannya berjalan, semua ada fasenya masing-masing yang mesti
dilewatinya.
Menurut kepercayaan Al setelah Nabi Adam
dikeluarkan dari surga ke bumi bersama pasangannya Hawa, itu karena telah
memetik buah terlarang disana, sejarah manusia pertama harus mencari jalannya
sendiri dan tuhan akan mengarahkannya pada alur yang tepat, dan ketemulah
kembali dengan dambaan hatinya di suatu gurun pasir. “hikmahnya adalah kita
berani mengambil konsekuensi maka kita harus menanggung fasenya, tetaplah
berjalan tanpa putus asa karena tuhan tak akan tinggal diam terhadap hambanya
yang senantiasa berusaha dan berdoa.” Ucapnya.
Pada sebuah hari yang cukup mencekam,
akibat efek dari metropolitan kota daeng, Al yang berasal dari keluarga sederhana
masyarakat agraris di sebuah perkampungan yang cukup jauh dari kampus untuk pp
setiap hari. yang selalu memaksa untuk bergerak, agar tetap hidup waras dalam
balutan hingar bingar. Menurut persentase data Indonesia di negara demokrasi
ini jumlah pengangguran semakin meningkat setiap tahunnya. “Apa mau kukerja ini
di’” fikir masa depan Al. Terombang-ambing seperti kapal menerpa ombak
kehidupan, perumpamaan bagi sebagian besar alumni baru lulusan Universitas
ternama hingga yang fenomenal dengan skopnya masing-masing.
Tiba-tiba ditengah khayalan Al, telfon
genggamnya berdering berirama ditengah keheningan membisu dan mengangkatnya.
“Haloo..
Assalamualaikum.. Apa mukerja sekarang? Bagaimana dengan tawaranku itu hari?
Berminatmako? Kalau iya, langsung saja
lengkapi berkas sesuai yang saya kirim nah, baru berangkatko besok.”
Deru telpon Man, kawan Al.
Imajinasi harapan seorang fresh graduate.
Pertanda sebuah panggilan dari kawan kecil dekatnya yang telah menjadi seorang
Kepala Rep dan banyak mendedikasikan diri dalam bidang literasi : melayani ilmu
pengetahuan, di salah satu cabang kota tua jua yang ada di SulSel. Al langsung
menjawab sahutan telfon kawannya dan apa yang telah dipertimbangkan sebelumnya
semasa penyelesaian, akan kekhawatiran di sebuah daerah minoritas menjadi
sirna, mengingat kejamnya kehidupan nyata untuk menjadi manusia.
Seperti penggalan lirik lagu seorang
musisi,
“Kiri dikira komunis
Kanan dicap kapitalis
Keras dikatai fasis
Tengah dinilai tak ideologis
Muka klimis katanya necis
Jenggotan dikatai teroris
Bersurban dibilang kearab-araban
Bercelana Levi's di-bully
kebarat-baratan
Diam dianggap pasif
Lantang katanya subversif
Bertani dianggap kuno
Jadi pegawai distempel mental londo
Memilih jadi kere salah
Ingin kaya sangatlah susah
Belum berhasil dihina
Sukses jadi omongan tetangga
“Begitulah
kira-kira yang menjadi gambaran Al menyelimuti kepergiannya merantau pada hari
itu juga. memenuhi permintaan beliau meskipun sempat difikirkan sampai 3 hari
terlebih dahulu untuk mengisi suatu bidang representativ sosialisasi pengenalan
literasi yang searah dengan visi Pak mentri untuk negara maju. Di tanah yang
masih menjungjung tinggi warisan para leluhur. Meskipun sebelumnya masih agak
ragu dan baru perdana akan menjajal dan menakar efektivitas pendidikan di
daerah tersebut. "Mungkin saatnyamini saya rasakan juga apa yang telah
najalani orang tuaku menghidupi sehari-hari hingga beranak pinak"
Al berangkat dengan modal percaya diri dan
motivasi menemukan sesuatu yang menarik dari daerah Utara bagian Sulawesi Selatan
yang notabenenya adalah daerah pegunungan yang masih asri dengan udara serta
suasananya itu. Pada suatu hari selang menjalani pekerjaannya. Disela sela Al
menelusuri gunung dan jalan berkelok untuk mencapai sekolah “Bellaku anne
mae ri bori’ maraeng dolangang bella ri bija pammanakang, bella ri tau
toa.” fikirnya sambil mengemudi kendaraanya. Saat berada di puncak
pegunungan indah, di sepanjang jalan Al mendapati alunan musik yang diarak
keliling pertanda sebuah acara telah dimeriahkan. Sesaat setelah sampai pada
tujuan, Al mendapat seorang bapak tua di sekolah ngobrol dengan suguhan segelas
kopi hangat ciri khas kearifan lokal. “Apa
yang dilakukan oleh orang-orang tadi sepanjang jalan, karena ada seorang guru
yang masuk rumah beratapkan mirip perahu itu. Sebab baru dan orang itu berada, maka dirayakannyalah
dengan menyembelih sekitar ratusan ekor babi bertaring dan arak-arakan sambil
mengeluarkan suara khas sepanjang jalan”. Tutur beliau, yang mendeskripsikan
acara tersebut dalam bahasa indonesia bercampur bahasa Tae’toraja yang menarik
untuk disimak. Al pun mendapat wawasan pengetahuan mengenai salah satu budaya
unik yang ada di Kawasan tersebut.
Al mulai berfikir bagaimana pendidikan
dapat bekerja dalam upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. “kira-kira apa
motivasinya kedepan 01 ta' sama Pak Menterinya di' rumuskan Kabinet Indonesia
maju dengan beberapa tenaga yang dianggap ahli atau tenaga yang inovatif itu
dipilih untuk mendukung negara maju di Indonesia? Kayak, menteri pendidikanta’
yang dari CEO gojek nakasi' jabatan.” Khayal Al.
Al turut ingin berkontribusi semampunya
dengan menaruh perhatian apalagi terhadap pengembangan inovasi untuk mendukung
negara maju di dunia pendidikan di Indonesia pada umumnya sesuai nilai-nilai
kemanusiaan. Setelah sebelumnya di Masa arena kampus, Al sering diperhadapkan
dengan gagasan dan wacana-wacana, serta ikut terlibat dalam aksi demonstrasi,
kritik mengkritiki.
Tempat Al ditugaskan merupakan salah satu
daerah di Sulawesi Selatan yang masih kokoh dengan tradisi di tengah daerah
dataran tinggi. Targetnya adalah menyediakan fasilitas SDM Untuk menjangkau dan
mengakomodir kualitas pendidikan anak daerah terisolir. Al sangat bersyukur
karena penduduk tempatnya berdedikasi mayoritas welcome terhadap pendatang dan
juga terkenal sebagai objek pariwisata asing dan para peneliti mengunjunginya.
Bersambung...