Iklan

WR III UINAM dan Ambruknya Demokrasi Kampus: Benarkah Menyampaikan Aspirasi Hanya Hak Lembaga Intra?

Lapmi Ukkiri
17 July 2021
Last Updated 2021-07-17T11:10:14Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini

 

 


Oleh: Abd. Raviq


Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyatakan “semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan”.


Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Pasal 2 menyatakan “Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras,  warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Selanjutnya, tidak akan diadakan pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negaraa yang merdeka, yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain”.


Salah satu universalitas kebebasan ekspresi diatur dalam Pasal 19 DUHAM, yang menyatakan: “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.”


Sangat jelas bahwa semua orang berhak menyatakan pendapat tanpa perbedaan suku ras dan kedudukan politik. Sikap mahasiswa UIN Alauddin Makasar (UINAM) membentuk Aliansi Mahasiswa merupakan sikap yang tidak melenceng dari amanat UUD 1945 Pasal 28 tentang kebebasan berpendapat, berserikat dan berkumpul. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokrasi.


Menanggapi pernyataan Wakil Rektor III Prof. Darussalam Syamsuddin yang diberitakan oleh Washilah sebagai mahasiswa, saya mengatakan bahwa itu adalah bentuk yang tidak taat pada nilai-nilai demokrasi yang berlaku pada negara ini dan tidak menjalankan apa yang menjadi amanat dari UU nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi Pasal 13 ayat (1) Mahasiswa sebagai anggota Sivitas Akademika diposisikan sebagai insan dewasa yang memiliki kesadaran sendiri dalam mengembangkan potensi diri di Perguruan Tinggi untuk menjadi intelektual, ilmuwan, praktisi, dan/atau profesional. Dan ayat (2) Mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara aktif mengembangkan potensinya dengan melakukan pembelajaran, pencarian kebenaran ilmiah, dan/atau penguasaan, pengembangan, dan pengamalan suatu cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi untuk menjadi ilmuwan, intelektual, praktisi, dan/atau profesional yang berbudaya.


Nah, mahasiswa yang tergabung dalam aliansi tersebut merupakan mahasiswa yang tidak terlepas dari aspek dan analisis sebagai bentuk pengembangan penalaran dalam mencari sebuah kebenaran terhadap permasalahan yang ada di UINAM khususnya permasalahan terkait UKT.


Bukan hanya itu, dalam UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yang menjadi konsideran dalam KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA Nomor : Dj.I/253/2007. Pada Pasal pasal 24 ayat (1) Dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan, pada perguruan tinggi berlaku kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik serta otonomi keilmuan. PP Nomor 60 Tahun 1999 Pasal 17 ayat (1) Kebebasan akademik termasuk kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan merupakan kebebasan yang dimiliki anggota sivitas akademika untuk melaksanakan kegiatan yang terkait dengan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara bertanggung jawab dan mandiri. Dan ayat (2) Pimpinan perguruan tinggi mengupayakan dan menjamin agar setiap anggota sivitas akademika dapat melaksanakan kebebasan akademik dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya secara mandiri sesuai dengan aspirasi pribadi dan dilandasi oleh norma dan kaidah keilmuan.


Yang dimaksud sebagai civitas akademika adalah mahasiswa dan dosen (UU NO. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi). Jadi, sangat jelas bahwa mahasiswa mempunyai kebebesan berpendapat dalam kampus baik tergabung dalam satu aliansi maupun secara individu dan Pimpinan Perguruan Tinggi menjamin agar hak kebebasan tersebut terpenuhi.


Jika, WR III menolak debat yang dilayangkan oleh salah satu aliansi mahasiswa di UINAM, dengan alasan bahwa “Tidak ada lembaga intra disebut aliansi” itu berarti pimpinan kampus tidak menjamin kebebasan berpendapat dalam Perguruan Tinggi. Aliansi merupakan gabungan beberapa kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Toh, yang tergabung dalam aliansi tersebut adalah mahasiswa UINAM sendiri bukan dari mahasiswa luar UINAM. Saya menduga bahwa sikap WR III UINAM tersebut, hanyalah alibi dan takut menerima tantangan debat dari aliansi mahasiswa tersebut, yang dilayangkan beberapa hari yang lalu. Jika memang kampus ingin menjamin kebebasan mimbar maka sudah seharusnya Pimpinan Kampus harus menerima tantangan debat itu.


Saya sangat menyayangkan sikap pimpinan kampus yang tidak mau menerima tantangan debat yang dilayangkan oleh Aliansi Mahasiswa yang resah dengan permasalahan UKT yang ada di kampus, hanya karena yang menantang debat bukan Lembaga Kemahasiswaan. Adanya tantangan debat untuk Pimpinan UINAM dikarenakan banyaknya permasalahan yang ada di UINAM. Tuntutan dari Al-MAUN, seperti dalam akun Instagram adalah persoalan Rekategorisasi UKT yang tidak optimal, UKT Semester Pandemi dan UKT Semester 9 yang masih dibayar secara penuh.


(Tulisan Sepenuhnya Tanggung Jawab Penulis)

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl