Masjid Hilal Sebagai Surat Imajiner



Oleh: Indra Nirman

Masjid Hilal Katangka, atau sering disebut Masjid Katangka, tak asing lagi ditelinga kalangan masyarakat Sulawesi Selatan khususnya Gowa. Masjid ini di dirikan pada masa pemerintahan Raja Gowa ke XIV Sultan Alauddin atau I Manggarangi Daeng Manrabbia. Sebagai seorang raja yang masih memeluk kepercayaan warisan leluhur, tidak ada proses pemaksaan dalam memeluk apa yang menjadi kepercayaan raja terhadap kalangan masyarakat khususnya para pedagang dari luar yang dahulunya sudah memeluk agama Islam.

Sebelum Islam menjadi agama resmi di Sulawesi Selatan, para raja sebelumnya telah membuat perjanjian yang berisikan bahwa barang siapa yang menemukan suatu jalan yang lebih baik maka berjanji untuk menyampaikan tentang jalan itu kepada raja lainnya namun nyatanya perjanjian itu cenderung disepelekan dan tidak lagi dianggap sebagai pilar peradaban dalam kemajuan suatu kelompok.

Masuknya Agama Islam di Sulawesi Selatan yang dibawa oleh tiga Dato Ulama dari negeri Sumatera itu kemudian sebagai bentuk jawaban dari perjanjian raja dalam menyebarkan jalan kebaikan. Dato ri Bandang yang berdakwah di Kerajaan Gowa membuat I Manggarangi Daeng Manrabbia, raja Gowa pada saat itu, tertarik atas misi yang dibawa oleh Dato ri Bandang. Akhirnya, Raja Gowa I Manggarangi Daeng Manrabbia beserta mangkubuminya memeluk agama Islam dan mendapatkan gelar Sultan Alauddin.

Terlepas dari pada misi yang dibawa ketiga dato tersebut, I Manggarangi Daeng Manrabbia atau Sultan Alauddin menunaikan perjanjian yang telah disepakati para raja sebelumnya hingga menjadikan agama Islam sebagai agama resmi ditanah Gowa dan menjadikannya sebagai pusat penyebaran Islam diwilayah timur Nusantara. Penyampaian jalan kebaikan itu tidak hanya dilakukan di tanah Kerajaan Gowa. Proses penyampaiannya dilakukan pula  di beberapa kerajaan yang berada di Sulawesi Selatan baik itu secara damai maupun melalui jalan peperangan.

Penyampaian jalan kebaikan yang dilakukan Kerajaan Gowa secara damai mendapatkan penolakan di beberapa kerajaan seperti Bone, Wajo, Soppeng. Akibat dari penolakan itu membuat Raja Gowa angkat senjata dan mengirim balai tentara ke daerah tersebut walaupun memiliki banyak rintangan dan perlawanan. Namun, akhirnya mereka tunduk terhadap Raja Gowa dan menerima secara resmi Islam sebagai agama mereka.

I Manggarangi Daeng Manrabbia atau Sultan Alauddin sebagai penggerak penyebaran ajaran Islam di beberapa kerajaan menjadikan Gowa-Tallo sebagai motor penyebaran Islam dari Makassar menyebar sampai ke daerah Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Setelah 45 tahun lamanya mengendalikan pemerintahan, beliau wafat pada tanggal 15 Juni 1639. Sebagai saksi sejarah masuknya Islam di tanah Gowa dan di seluruh Sulawesi Selatan, beliau membangun sebuah masjid di daerah Katangka yang dinamakan Masjid Hilal sebagai saksi bisu agar kelak masyarakat tahu masjid ini sebagai awal syiar Islam di timur Nusantara.

Masjid Hilal Katangka selain dibangun sebagai bukti sejarah awal syiar Islam, masjid ini juga dibangun dengan ketebalan tembok hingga mencapai 120 cm karena pernah dijadikan sebagai benteng pertahanan terakhir yang dimiliki Kerajaan Gowa semasa penjajahan yang dilakukan Belanda.
Masjid ini sontak membuat kita mengucapkan rasa syukur akan adanya bukti sejarah tersebut. Kita perlu kembali membuka lembaran buku cerita rakyat mengenai perjuangan para pendahulu dalam menyebarkan jalan kebaikan. Bayang-bayang seketika muncul dalam pikiran melihat kondisi negeri ini ketika ajaran Islam tidak dikumandangkan ataupun agama Islam ini bukan agama resmi di Sulawesi Selatan dan tetap menjadikan kepercayaan nenek moyang sebagai bentuk keharusan dalam memeluk kepercayaan terhadap masyarakat Sulawesi Selatan sampai hari ini.

Seketika pula rasa syukur itu tenggelam dalam lautan kesedihan. Seperti yang ingin saya sampaikan kepada Bupati Gowa, sedih rasanya melihat masjid tersebut tidak terurus. Padahal, kita telah mengetahui bersama bahwa masjid itu adalah masjid di mana perjuangan Islam bermula di Sulawesi Selatan.

Miris melihat kondisi Masjid Hilal Katangka ketika hujan tak bersahabat datang dengan penuh kotoran sampah, lumpur dari berbagai pembuangan sekitar rumah warga. Belum lagi pada makam raja yang berada di sekitar masjid terendam banjir hingga mengakibatkan beberapa makam terkikis dan tertutupi lumpur. Tak sedikit dari kita sebagai masyarakat milenial menyepelekan peninggalan masa lampau tersebut karena sibuk dengan urusan masa depan. Namun, kita sebagai masyarakat perlu menjadikan warisan tersebut sebagai bahan refleksi kita untuk bersyukur atas perjuangan yang dihadapi para pendahulu dalam menegakkan ajaran kebaikan.

Saya melihat masjid ini sebagai surat imajiner Sultan Alauddin yang berisi rasa cintanya kepada Gowa, tanah di mana Islam ditetapkan sebagai agama resmi kerajaan Gowa-Tallo. Surat ini dituliskan dalam bentuk bangunan  yang dibangun pada tahun 1603 dua tahun sebelum agama Islam dijadikan sebagai agama resmi kerajaan Gowa Tallo 1605.

Masjid Hilal Katangka, masjid yang dahulu sebagai pusat penyebaran Islam di Sulawesi Selatan ini terkadang hanya dipandang cuman sebatas tempat beribadah yang tak lazim. Namun, terlepas dari pada fungsi tersebut, sering kali masjid tua Katangka ini dijadikan sebagai tempat berziarah kepada para raja-raja. Tak hanya itu, masjid Hilal Katangka acap kali dijadikan sebagai tempat mata pencaharian semata, misalnya dengan memungut biaya parkir terhadap pengunjung luar ataupun pengguna masjid. Kemirisan itu muncul sebagai rintisan kesakitan terbesar yang dirasakan terhadap masjid ini karena dijadikan sebagai tempat mengisi perut kosong, tetapi tidak pernah meliriknya ketika genangan air bahkan banjir itu datang membawa penyakit dalam tubuh masjid tersebut.

Memandangnya hanya sebatas masjid tua, itulah yang berada dalam mindset masyarakat. Namun, kita sering kali menghilangkan pandangan bahwa masjid ini adalah warisan yang dimiliki Sulawesi Selatan yang memiliki nilai dan peran besar terhadap masyarakat khususnya tanah Gowa.

(Tulisan Sepenuhnya Tanggung Jawab Penulis)