masukkan script iklan disini
Oleh: Anggi Marsela
Nama daerah Kajang sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat Bugis Makassar, pasalnya tanah Kajang terkenal dengan tradisi masyarakatnya yang kental dan menolak segala bentuk teknologi, serta keunikan pakaian yang harus serba hitam jika menginjak kawasan adat Ammatoa di daerah Kajang. Di daerah Kajang terbagi atas dua kawasan, Yaitu kawasan pantarang embayya (kawasan yang bisa modern) dan kawasan rilalang embayya (kawasan yang tidak bisa modern). Kawasan adat Ammatoa merupakan kawasan adat yang tidak bisa modern, artinya di dalam kawasan ini belum menggunakan sistem teknologi yang ada. seperti listrik, handphone dan lain-lain.
Menariknya kita tidak akan membahas Ammatoa disini. Tapi, kita akan membahas daerah di luar kawasan adat Ammatoa. Yaitu desa Possi Tanah, desa yang juga berada di dalam tanah Kajang. Possi tanah tidak terlalu terkenal seperti Ammatoa. Namun, sebenarnya desa ini merupakan desa yang dikenal sebagai ada’ butta ( tanah adat). pokok dari segala adat yang ada di Kajang. Bukan tanpa alasan, masyarakat Kajang menyebut hal ini karena di daerah Possi Tanah ada sebuah bukit yang dinamakan Bongki. Di bukit Bongki ini terdapat tempat diadakannya tradisi pelantikan pemangku adat atau pemberian galla’ (gelar) untuk penerus pemimpin di Possi Tanah.
Desa Possi Tanah merupakan salah satu dari sembilan belas (19) desa yang ada di kecamatan Kajang kabupaten Bulukumba. Possi tanah terletak diluar kawasan adat Ammatoa. Kawasan diluar Ammatoa dikenal dengan kawasasan Pantarrang Embayya yang masyarakatnya sudah berbaur dengan sistem teknologi yang ada. Masyarakat Possi Tanah telah lama memeluk Islam . Keislaman mereka merupakan Islam dari dakwah Datuk ri Tiro, Datuk ri Tiro merupakan datuk yang diamanahkan dari Minangkabau untuk menyebarkan Islam di Sulawesi Selatan. Datuk ri Tiro menyebarkan agama Islam pada abad ke-17 yang berpusat di Bulukumba. Namun, meski demikian masyarakat Possi Tanah tetap mempertahan tradisi yang ada.
Situs megalitik di Possi Tanah terletak di daerah berbukit yang disebut Bongki, secara administratif berada pada wilayah desa Possi Tanah, dengan ketinggian 175 m dari permukaan laut. Bukit Bongki tersebut dikenal dengan nama sapo. Jarak yang ditempuh untuk mengakses tempat ini sekitar 1,5 m dari dusun Kanari. Tempat pelantikan galla sangat tertutup dari jalan raya. Ke lokasi ini harus melewati panjang perkebunan masyarakat. Di sebelah barat situs terdapat kompleks makam tua yang ada sejak abad ke XVII. Makam tersebut merupakan makam raja kajang III dan IV yaitu Rangka’na dan Banenna. Yang bergelar Tok Kajang. Beliau adalah bangsawan dari Luwu.
Menurut cerita masyarakat, di bukit Bongki atau Sapo ini Ammatoa mengadakan pelantikan raja serta menjadi tempat untuk mengumumkan hal-hal untuk kepentingan bersama. Tradisi yang juga pernah dilakukan di tempat ini adalah upacara pelepasan nazar dan upacara pesta pasca keberhasilan panen. Namun, upacara pelepasan nazar dan upacara pesta pasca panen tidak lagi dilakukan. Yang masih dilakukan sampai saat ini hanyalah pelantikan galla camat sebagai penerus pelantikan galla raja.
Pelantikan galla dilakukan setiap kali pergantian penerus pemangku adat. Dilakukan di tengah-tengah susunan batu-batu pipih tanpa perekat. Istilah yang digunakan masyarakat untuk menyebut peninggalan tersebut adalah batu palantikan, susunan batu berbentuk temu gelang berfungsi sebagai tempat perundingan atau musyawarah bagi Ammatoa dan para pemangku adat. Bentuk susunan batu temu gelang yang melingkar mempunyai kaitan dengan konsep kosmologi. Yaitu sebagai aktualisasi dari symbol keutuhan dan kesempurnaan. Keutuhan dan kesempurnaan dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti pertanian serta petunjuk musyawarah adat.
Penamaan Possi Tanah yang juga berarti pusat jagad atau pusat tanah merupakan penjelmaan penghormatan manusia terhadap bumi sebagai sumber segala kehidupan. Selain batu pallantikan ada juga yang dinamakan batu bergores dan batu berdiri. Batu bergores terletak di tengah-tengah kebun kapas, ubi kayu, dan jagung masyarakat Possi tanah. Sekitar 107 meter dari batu pallantikan. Batu bergores istilah lokalnya disebut batu lakumba atau batu akkajang. Batu tersebut terdiri atas 19 goresan, bagian permukaan terdapat 67 lubang yang letaknya tidak beraturan.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat. Batu bergores tersebut sebagai penanda turunnya manusia pertama dan sekaligus tempat menghilangnya manusia pertama. Kemudian batu berdiri, batu berdiri terletak diantara batu datar yang ditancapkan menyerupai nisan. ukurannya sekitar 20 cm, dengan lebar 12 cm, dan tebal 6 cm. Penamaan batu berdiri sebagai tanda perdamaian masyarakat yang membina hubungan baik dengan sesamanya. ( A. Fatmawati Umar, Walannae,Vol.V no 9, 2002)
Pelantikan galla dilakukan dengan cara bermusyawah dengan Ammatoa dan para pemangku adat, kemudian penerus pemangku adat dimandi oleh Ammatoa. Tradisi sakral ini disaksikan oleh masyarakat Kajang yang ikut menyaksikan sambil berdiri melingkari batu pallantikan dengan pakaian serba hitam.
Tradisi yang dilakukan masyarakat Possi Tanah merupakan tradisi warisan yang sudah lama dilakukan, tradisi ini juga sebagai bentuk kentalnya masyarakat Possi Tanah dalam mempertahankan dan meneruskan warisan Ammatoa sebagai identitas masyarakat Kajang khususnya Possi Tanah. Adanya situs megalitik di desa tersebut sebagai tanda adanya peritiwa yang dilakukan oleh masyarakat di masa lampau. Sayangnya situs sejarah di Possi Tanah belum diketahui semua orang. Sebagian besar orang hanya tertarik mendatangi dan mengenal kawasan adat Ammatoa saja. Padahal diluar kawasan tersebut terdapat desa Possi Tanah yang menyimpan sejuta sejarah bahkan terdapat situs megalitik yang terhampar di desa ini, yang menarik untuk dikaji terkhusus dalam bidang arkeologi dan sejarah.
Artefak megalitik di possi tanah Kajang, menunjukkan suatu tradisi yang berkesinambungan, meskipun masyarakatnya telah lama memeluk agama islam. Keberlanjutan tradisi dan adat ini sebagai bentuk pemeliharaan budaya yang dilakukan dengan baik bahkaan sebelum dan sesudah masyarakatnya memeluk islam. Peninggalan megalitik ini tetap eksis di tengah-tengah masyarakat setempat dan bahkan menjadi ciri khas tersendiri. Sesuai dengan julukannya Possi Tanah, merupakaan Pusat adat di tanah kajang, dengan tradisi yang masih mengudara menjadikaan identitas tanah kajang sebagai tanah adat. Tanah yang disegani dan dihormati banyak orang
Pelantikan galla dilakukan dengan cara bermusyawah dengan Ammatoa dan para pemangku adat, kemudian penerus pemangku adat dimandi oleh Ammatoa. Tradisi sakral ini disaksikan oleh masyarakat Kajang yang ikut menyaksikan sambil berdiri melingkari batu pallantikan dengan pakaian serba hitam.
Tradisi yang dilakukan masyarakat Possi Tanah merupakan tradisi warisan yang sudah lama dilakukan, tradisi ini juga sebagai bentuk kentalnya masyarakat Possi Tanah dalam mempertahankan dan meneruskan warisan Ammatoa sebagai identitas masyarakat Kajang khususnya Possi Tanah. Adanya situs megalitik di desa tersebut sebagai tanda adanya peritiwa yang dilakukan oleh masyarakat di masa lampau. Sayangnya situs sejarah di Possi Tanah belum diketahui semua orang. Sebagian besar orang hanya tertarik mendatangi dan mengenal kawasan adat Ammatoa saja. Padahal diluar kawasan tersebut terdapat desa Possi Tanah yang menyimpan sejuta sejarah bahkan terdapat situs megalitik yang terhampar di desa ini, yang menarik untuk dikaji terkhusus dalam bidang arkeologi dan sejarah.
Artefak megalitik di possi tanah Kajang, menunjukkan suatu tradisi yang berkesinambungan, meskipun masyarakatnya telah lama memeluk agama islam. Keberlanjutan tradisi dan adat ini sebagai bentuk pemeliharaan budaya yang dilakukan dengan baik bahkaan sebelum dan sesudah masyarakatnya memeluk islam. Peninggalan megalitik ini tetap eksis di tengah-tengah masyarakat setempat dan bahkan menjadi ciri khas tersendiri. Sesuai dengan julukannya Possi Tanah, merupakaan Pusat adat di tanah kajang, dengan tradisi yang masih mengudara menjadikaan identitas tanah kajang sebagai tanah adat. Tanah yang disegani dan dihormati banyak orang
Tulisan Sepenuhnya Tanggung Jawab Penulis.