Oleh: Indra Nirman
Pendahuluan
Industri modern pertama
Australia adalah teripang. Usaha ini pertama kali dilakukan oleh para Muslim
berkulit cokelat di sebuah perairan yang masih merupakan salah satu daerah
paling terisolasi di dunia. Semua sumber menyebutkan bahwa Makassar merupakan
tempat asal semua dari perahu perahu yang datang ke pesisir Northern Territory,
Australia.Hasil rampungan survey mengenai Teluk Carpentaria dan tengah
mengitari Tanjung Wilberforce, ujung paling utara Arnhem Land, saat bertemu
dengan enam perahu layar dari Makassar, Sulawesi Selatan.
Mereka merupakan bagian dari
sebuah armada yang setiap tahun melakukan pelayaran jauh dari tempat tinggal
mereka yang berada ditengah tengah wilayah yang saat ini bernama Indonesia.
Untuk mengumpulkan teripang dari sepanjang perairan Australia, Teripang yang
telah dikeringkan merupakan barang dagangan yang laris di seluruh daratan utara
Asia.
Teripang digunakan sebagai
bahan makanan yang sangat mahal di Tiongkok (Matthew Flinders,1803). Ukuran,
stabilitas, dan kecanggihan industri ini dapat dikatakan menakjubkan. Industri
teripang dimulai sekitar tahun 1700 M dan tetap bertahan hingga tahun tahun
pertama pada abad ke-20.
Pada hampir sepanjang abad
ke-19 dan kemungkinan juga pada seratus tahun sebelumnya, sekitar seribu pelaut
melakukan pelayaran yang jauh setiap tahunnya meski banyak di antara mereka
yang berwatak kasar dan selalu siap siaga sebagaimana dituntut oleh tantangan
kerja.
Para pencari teripang
Makassar yang bekerja di sepanjang perairan Northern Territory yang mereka
kenal dengan nama Marege’ sebenarnya
mengetahui adanya aktivitas yang sama yang dilakukan di Pantai Kimberley,
Australia Barat. Tentu saja, wilayah yang mereka namakan “Kayu Jawa” itu
mungkin telah pula dikunjungi oleh beberapa dari orang orang tersebut pada
tahun yang lain.
Walau
demikian, sejarah industri teripang yang ada Australia Barat berbeda dengan
yang ada di Northern Territory, sehingga penggunaan istilah ‘orang Makassar’ di
bagian Barat Australia mungkin akan menimbulkan kebingungan.
Permulaan
Industri dan Konteks Industri
Satu di antara faktor yang
sangat penting dalam sejarah kepulauan Asia Tenggara adalah adanya permintaan
dari pasar yang berlokasi sangat jauh akan hasil alam yang hanya ada atau
paling banyak ditemukan di wilayah tersebut. Berbagai macam kekayaan alam yang
sejak lama di incar oleh para orang kaya dan berkuasa di beberapa kerajaan
besar di daratan Asia maupun oleh orang orang Eropa barat yang berada jauh di
seberang sana. Permintaan orang Tiongkok akan teripang hanya satu dari sekian
banyak aspek dari perdagangan kuno dan beragam ini.
Teripang merupakan nama yang
paling sering digunakan untuk menyebut sejumlah spesies dari kelas holuthuroidea yang dapat dimakan.
Istilah teripang berasal dari bahasa melayu (sekarang bahasa Indonesia) yang
sejak lama diserap kedalam bahasa Inggris menjadi trepang, dan berbagai macam penamaan terhadap jenis hewan ini yang
tergantung pada Negara yang mengkonsumsinya.
Walau terdapat banyak
ditemukan disemua laut di dunia, sebagian diantaranya ditemukan dipesisir
pantai pasang surut dan pantrai karang, serta sebagian lainnya terdapat di
dasar lautan dalam. Pada tahun1903, orang Makassar memperlihatkan kepada
Matthew jenis teripang hitam yang disebut teripang batu dan beberapa banyak
lagi jenis jenis teripang yang ditemukan diperairan lautan.
Walau ada beberapa referensi
yang menyebutkan tentang pengumpulan dan pengolahan teripang dihampir seluruh
wilayah kepulauan Asia Tenggara, namun pelabuhan laut Makassar yang secara
khusus dikaitkan dengan industri teripang. Salah satu alas an akan hal inidapat
ditemukan dalam sejarah Sulawesi Selatan dan penduduknya.
Pengetahuan kita tentang
periode sebelum 1600 sangat terbatas, terdapat indikasi yang menunjukkan adanya
tradisi kemaritiman dan perdagangan yang berusia sangat tua diwilayah tersebut.
Hasil laut dan hutan, meski bukan teripang, telah dibawa kepusat pusat
perdagangan di bagian barat Nusantara dan setidaknya sebagian diantara barang
dagangan tersebut diangkut dengan menggunakan perahu setempat.
Penting untuk menyatakan
pertanyaan dengan akurat: kapankah perahu perahu dari Makassar mulai berkunjung
kepantai Northern Territory, Australia dengan tujuan mengumpulkan teripang?
Masalah seperti orang non-Aborijin pertama yang menemukan benua tersebut atau
frekuensi dan sifat pelayaran terombang ambing melintasi Laut Arafura ada pula
hubungannya, namun berbeda.
Sebuah persepektif berguna
diperoleh dengan dengan mempertimbangkan beberapa pandangan terdahulu tentang
pertanyaan tersebut. Pada 1803 Pobassoo mengatakan bahwa dia telah melakukan
enam atau tujuh kali pelayaran dari Makassar ke pantai tersebut, dalam kurun
waktu 20 tahun sebelumnya, dan dia adalah seseorang di antara pengunjug
pertama.
Beberapa etnografer lainnya
telah menawarkan jawaban atas pertanyaan tersebut, berdasarkan perkiraan waktu
yang dibutuhkan untuk menghasilkan pengaruh yang dapat di observasi dari
persentuhan antara orang Makassar dengan masyarakat Aborijin. Thomson
menekankan sifat dasar masyarakat Aborijin yang sangat konsevatif dan luasnya
lingkup pengaruh orang Makassar. Dia menyimpulkan bahwa meski tidak ada bukti konklusif mengenai
kapan kunjugan tersebut dimulai, namun cukup beralasan untuk mempercayai bahwa
hal itu terjadi sejak periode yang relative lama.
Bukti yang paling mendasar
terkait asal usul industri teripang orang Makassar adalah hubungannya dengan
permintaan teripang di Tiongkok. Konsumsi teripang paling awal dari orang
Tiongkok dari berbagai wilayah hanya bertarikh abad ke-16, dan perdagangan
lewat impor dari Asia Tenggara tidak dimulai sebelum akhir abad ke-17.
Tampaknya tidak mungkin
bahwa pantai Australia termasuk yang paling awaldi ekspoitasi. Pertimbangan
tersebut memberikan bukti yang sangat kuat yang berlawanan dengan dugaan
tentang kedatangan orang Makassar di Australia sebelum, katakanlah 1650 M dan
setiap upaya untuk menetapkan penanggalan yang lebih awal dari itu mengenai
permulaan industri teripang harus dapat menjelaskan kemana tujuan akhir
teripang tersebut dipasarkan.
(C.C Macknight,1976)
berpendapat bahwa perahu dari Makassar mulai berkunjung ke bagian utara
Australia untuk mengumpulkan teripang didasarkan pada bukti yang telah di
kemukakan sejauh ini. Industr teripang orang Makassar pasti telah dimulai
antara tahun 1650-1750 Masehi dan saya yakin bahwa periode yang sangat mungkin
dalam abad tersebut adalah kuartal terakhir abad ke tujuh belas. Meski
demikian, boleh jadi industri tersebut telah dimulai secara kecil kecilan,
tidak teratur, dan sembunyi sembunyi.
Industri teripang yang
digambarkan berkembang pesat dan besar dalam sumber sumber dari awal abad
kesembilan belas mungkin merupakan hasil perkembangan industri tersebut secara
bertahap. Namun, bukti bukti tertulis langsung dari kepulauan Asia Tenggara
mempertegas periode abad ke-17 sebagai
masa perkembangan industry teripang di wilayah tersebut.
Teripang tidak
disinggung-singgung dalam satupun karya besar dan mendetail terkait perdagangan
pada abad ke-16 hingga awal abad ke-17. Beberapa sumber, terutama karya karya
Pires dan Eredia, membuat informasi yang sangat lengkap tentang perdagangan
sehingga hampir tidak mungkin untuk menghilangkan dengan sengaja informasi
tentang barang dagangan utama yang ada pada masa itu tidak hanya berlaku bagi
beberapa barang dagangan yang terkait khusus dengan bangsa Eropa, namun juga
seluruh aspek dalam perdagangan, termasuk perdagangan Tiongkok yang berkembang
pada banyak komoditas.
Pernyataan itu bersesuai
dengan konteks pengalaman sejarah orang Makassar. Meski penguasa maritime awal
abad ke-17 telah berlalu, namun bahkan hingga abad berikutnya jiwa kemaritiman
mereka tetap cukup kuat untuk mengambil keuntungan sepenuhnya dari peluang yang
ditawarkan oleh selera makan orang Tiongkok.
Pendekatan lain untuk
pertanyaan atas seberapa pentingnya industri orang Makassar adalah dengan
melihat volume teripang yang di impor oleh Tiongkok, yang merupakan daerah
tujuan utama dari hasil industri tersebut. Informasi lengkap terkait ini sangat
sulit diperoleh, namun ada seperangkat data yang tampaknya dapat di andalkan
untuk tahun 1868-72.
Impor tahunan rata rata dari
kelima tahun ini adalah lebih dari 900 ton dari kapal kapal asing. Didalam
angka tersebut perlu pula dimasukkan jumlah yang dibawah dengan armada armada
Tiongkok. Satu satunya angka tahunan adalah untuk tahun 1871 tatkala
produksinya mencapai lebih dari 500 ton.
Tidak jelas bagaimana
teripang dari Makassar dikirim ke Tiongkok pada masa ini. Jika statistik itu
mendekati angka yang sebenarnya, hal tersebut berarti bahwa pada sekitar
pertengahan abad ke-19, pesisir Utara Australia menyuplai jumlah yang
signifikan dari keseluruhan pasokan teripang Tiongkok.
Dari mana kebutuhan pasar
teripang Tiongkok lainnya dipenuhi? Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20,
kebutuhan itu dipenuhi oleh produksi dari berbagai pulau lain di Asia Tenggara,
dengan tambahan yang cukup besar yang mungkin berasal dari Jepang. Berbagai
usaha telah dilakukan untuk mengembangkan industri teripang dihampir setiap
daerah di kawasan tropis dan wilayah yang lebih jauh lagi, namun sumber pasokan
tradisional ini telah menyuplai sebagian besar kebutuhan dunia akan teripang
hingga hari ini.
Orang Marege’
Orang- orang Makassar
menganggap pelayaran ke wilayah utara Australia sebagai pelayaran yang panjang
dan penuh petualangan. Bukan hanya lantara Marege’ merupakan tempat paling jauh
yang dikunjungi di sebelah selatan dan timur Makassar, tetapi juga lantaran
banyaknya perbedaan antara hamparan luas daratan luas itu dengan pulau pulau
yang mereka sangat kenal Nusantara. Diantara pengalaman baru dan mungkin pula
bahaya yang mereka temukan di pesisir itu adalah penduduk setempat.
Cara cara yang digunakan
orang Makassar untuk berinteraksi orang Aborijin sama beragamnya dengan cara
yang digunakan orang orang Eropa pada masa itu. Pengalaman dan lingkungan yang
berbeda serta kemungkinan kepribadian yang berbeda pula membangkitkan rasa iba,
jijik dan takut, atau penerimaan dan patronasi yang dilakukan secara hati hati.
Bagi orang Makassar, hal itu
adalah soal peradaban berhadapan dengan kehidupan primitif. Pobassoo, dengan
mengutip Flinders yang dianggapnya sesama perwakilan dari dunia yang lebih
luas, memperingatkannya agar berhati-hati terhadap penduduk asli dan
menceritakan kisah tentang konflik yang terjadi dengan mereka.
Bila itu adalah kesaksian
pengalaman, maka deskripsi belakangan orang Makassar yang menggambarkan orang
Aborijin sebagai ‘kanibal’ atau orang hutan terdengar seperti pelecehan yang
tidak asing lagi. Sebaliknya ada pula orang Makassar yang justru dapat memberi
respon berbeda terhadap sesuatu yang tidak mereka kenal itu, yakni dengan
melakukan pengamatan.
Bertahun-tahun setelah
pelayaran terakhir ke Australia, Daeng Sarro masih tetap bisa mengingat sesuatu
tentang Bahasa orang Aborijin dan cara hidup mereka. Sementara itu Mangngellai
juga dapat mengingat beberapa kata dari sebuah Bahasa di bagian timur laut Arnhem Land dan dapat menggambarkan
dengan sangat jelas pada tata letak sebuah pemondokan orang Aborijin ditepi
pantai pada musim kemarau.
Dia mencatat bahwa ketika
pondok pengasapan sedang digunakan orang Aborijin lebih senang menghangatkan
diri di sana dibanding didekat api unggun. Catatnnya tentang upacara upacara
orang Aborijin yang terbatas pada kalangan orang tua dan pada permintaan doa ke
arah satu bintang pada saat fajar, dan penggunaan genderang yang terbuat dari
sebatang pohon besar yang dilubangi tengahnya, secara meyakinkan dapat dikenali
sebagai ingatan yang benar tentang Arnhem Land.
Ada dua perbedaan penting
antara cara orang Makassar menghadapi orang Aborijin dengan cara sebagian besar
orang Eropa berhadapan dengan orang Aborijin. Betapapun tidak pastinya mungkin
perasaan orang Makassar ketika berhadapan dengan penduduk setempat, namun
mereka biasanya selalu unggul dalamhal jumlah. Hal itu tetap berlaku meskipun
awak perahu mereka hanya berjumlah berkisar 30 orang dan keunggulan jumlah itu
bahkan semakin tampak lagi jika beberapa perahu sekaligus bekerja sama.
Pada satu kesempatan, secara
pasti dapat disebutkan jumlah awak yang terlibat. Di teluk Rafles pada 1839
seorang pengamat berkebangsaan Francis menyaksikan 27 orang Aborijin bertemu 4
perahu dimana satu perahu saja mengangkut 37 orang Makassar. Tiga perahu lain
singgah sebentar ke Teluk tersebut pada saat itu dan 20 perahu lain-nya belum
lama meninggalkan teluk.
Hal mungkin lebih penting
dikemukakan adalah bahwa orang Makassar sama sekali tidak bergantung pada orang
Aborijin dalam hal tenaga kerja, pemanduan, bahkan dalam hal izin untuk
melakukan pekerjaan. Mereka memiliki sumber daya yang cukup dan bila perlu
mereka memiliki pertahanan diri yang cukup untuk menjalankan industri mereka
tanpa bantuan penduduk setempat.
Tentu saja ada untungnya
menjalin hubungan bersahabat dengan penduduk setempat, namun hal itu bukanlah
syarat nutlak. Pertimbangan seperti itu harus senangtiasa diingat pada saat
memandang contoh hubungan orang Makassar dengan Aborijin. Ada beberapa cara
dimana kontak di antara mereka dijalanan.
Yang paling penting
setidaknya dari sudut pandang orang Makassar, adalah dalam bentuk dagang. Meski
tujuan utama pelayaran mereka adalah mengumpulkan teripang. Penekanan yang
diberikan dalam catatan orang Aborijin baru baru ini tentang posisi barang
barang yang diperoleh dari orang Makassar mengilustrasikan bahwa barang barang
tersebut dianggap memiliki gengsi tersendiri. Kesulitan yang sama muncul
tatkala orang Makassar harus harus mengupah orang Aborijin dalam berbagai macam
tugas yang dilakukan dalam pengumpulan teripang.
Sulit untuk menyimpulkan
pengaruh orang Makassar terhadap orang Aborijin akibat persentuhan diantara
mereka. Meski pengaruh tersebut menyebar luas dalam aspek tertentu dalam
kehidupan orang Aborijin, namun landasan utama masyarakat tidak tersentuh.
Ketika membandingkan hasil
seperti itu dengan perubahan yang membinasakan kerap dihasilkan oleh masyarakat
peramu-pemburu sebagai akibat dari persentuhan mereka dengan kebudayaan luar
karena perlu di ingat bahwa tidak adanya kompetisi antara orang Makassar dengan
orang Aborijin. Juga tidak ada bukti sama sekali bahwa mereka berupaya
memaksakan agama mereka atau paham lainnya kepada penduduk setempat.
Jika orang orang Makassar
tidak memiliki alasan untuk memaksakan peradaban kepada orang Aborijin, maka
orang Marege pada gilirannya tertunda menikmati gemerlap kilauan hadiah dengan
berpayah-payah turut berpartisipasi penuh. Hanya satu bagian kecil kebudayaan
Makassar yang menjadi bukti adalah perahu tersebut.
Tidak ada jalan lain untuk
mencapai Makassar selain memanfaatkan kesempatan terbatas untuk ikut berlayar
di atas perahu mereka. Itu adalah contoh yang tidak lazim tentang persentuhan
antar-kebudayaan yang sangat berbeda.
Senjakala
Industri Teripang
Tatkala South Australia
menganeksasi Northen Territory pada 1863, baik kekayaan laut maupun prospek
perdagangan dengan orang Makassar tidak termasuk dalam pertimbangan bagi mereka
yang mendukung pencaplokan wilayah utara tersebut. Satu hal kecil yang tidak
nyata dikaitkan dengan pemukiman adalah kekhawatiran terhadap serangan dari
orang orang Makassar.
Perhatian serius pertama
orang South Australia terhadap orang Makassar muncul ketika kapten B. R
Douglas, di Northern Territory berkunjung ke semenanjung Cobourg pada 1871.
Kunjungan ini menciptakan kesadaran akan potensi industri teripang harus
dipandang berdasarkan hal-hal yang terjadi di sepanjang pesisir pantai yang
terbatas.
Pada 5 Agustus 1872, sekitar setahun setelah kunjungan dan sebelum eksploitasi di kawasan itu dimulai, Douglas menyurat kepada komisioner perwakilan kerajaan di Adelaide meminta sebuah rencana pemberlakuan lisensi bagi orang Makassar. Bila melihat peristiwa belakangan, skema itu memiliki beberapa aspek yang menarik. Kerang mutiara disebut khusus di situ dan termasuk dalam komoditas yang memungkinkan terjadinya kompetisi dengan orang Eropa. Douglas juga merekomendasikan dibuatnya satu surat keputusan tentang larangan ekploitas terhadap orang Aborijin.
Hal yang mungkin signifikan
diperhatikan adalah dicoretnya kata “Itu” dan diganti dengan kata “Kita” dalam
kalimat ‘orang Aborijin kita’.
Berdasarkan perumusan surat
tersebut dapat di ketahui bahwa stimulus yang ampuh dari rencan tersebut adalah
kebutuhan pemukiman baru akan sebuah kapal kecil. Douglas memulainya dengan
menunjuk permintaan pertama, dan rencana ini didesain untuk menunjukkan
kemungkinan manfaat lain kapal kecil tersebut.
Pada waktunya nanti surat
pemberian izin yang diperlukan disisipkan kedalam perundang undangan (Undang
Undang Agraria Wilayah Utara 28 Tahun 1872, Pasal 79), namun tak ada kapal yang
dapat digunakan untuk melaksanakan rencana tersebut. Rencana tersebut kemudian
terbengkalai selama satu decade berikutnya, meski perhatian terhadap
kepentingan dikawasan itu tetap berlanjut.
Pada 12 Januari 1875, dengan
pemerintahan baru dibawah kepemimpinan G. B Scott, kembali membangun rencana
tersebut dengan mengklaim telah menghabiskan sekitar 200 poundsterlin untuk
mencoba mengumpulkan teripang dan memintai reservasi untuk dua blok kecil serta
melanjutkan laporan dengan informasi sebuah kelompok hewan banteng sedang
menempati lokasi yang akan ditempati perternakan yang akan disewakan.
Dari semua usaha tersebut
hanya Cobourg Cattle Company yang bertahan beberapa saat. Sebagaimana yang
diungkapkan Price belakangan saat menjelaskan kegagalan beberapa usaha teripang
orang Eropa sebelumnya, ‘teripang yang diolah tidak laku’. Bahkan sekalipun
dengan bantuan orang Melayu (mungkin orang Makassar atau warga setempat) karena
dengan kualitas yang tidak bagus mungkin karena membutuhkan banyak teripang dan
buruh yang akan mengoperasionalkannya.
Pada tahan awal ketika
persentuhan dengan orang Makassar sangat sedikit dan ketika perkembangan
dikawasan ini masih dalam tahap eksplorasi, sikap resmi dari pemerintah
Australia Selatan adalah tidak campur tangan, sebagian dikarenakan tidak adanya
jalan yang efektif untuk mengontrol juga karena mereka tidak ingin bertindak
tanpa adanya pemahamanyang lengkap tentang keadaan tersebut. Sikap ini di
tunjukkan dengan sangat jelas dengan beberapa kasus.
Pemukiman baru di Cabourg
atas kehendak sendiri mengangkat diri sendiri sebagai pelindung orang Aborijin
setempat. Pada 11 juli 1877 manager Cabourg menulis kepada residen tentang
keberatan mereka bahwa orang Makassar telah membinasan dua ekor kuda mereka dan
menambahkan bahwa mereka juga telah menyiksa penduduk asli musim ini dan yang
mengakibatkan kematian orang kita pada beberapa kejadian. Untuk mengatasi
situasi ini, ia mengusulkan untuk menetapkan semacam pajak.
Ketika surat itu diteruskan
ke kementerian, residen memaparkan kesulitan-kesulitan mereka menetapkan sebuah
pajak. Ia berpendapat bahwa meski pangkalan tidak dilindungi taka da alasan
bagi orang Makassar untuk menyulitkan mereka. Dengan kesepakatan para menteri
berserta kabinetnya menyampaikan kesulitan mereka menetapkan pajak tersebut dan
memberikan saran agar kelakukan buruk orang Makassar dilaporkan ke Komandan
kapal perang.
Di tahun tahun berikutnya
beberapa penerapat aturan semakin meluncur hanya untuk mengerok kentungan dari
orang Makassar. Tak hanya pada aturan biaya perizinan, bea cukai, dan beberapa
aturan dalam pengambilan hasil laut pun ikut diatur seperti mutiara, teripang,
dan beberapa kerang lainnya serta beberapa aturan penambahan biaya perizinan
terhadap bea cukai yang akan memakan biaya hingga dapat melakukan aktivitas di pemukiman
tersbut.
Tentunya keuntungan yang
diperoleh dari orang orang Makassar menjadi penghasilan Teritorial meski masih
ada keuntungan lain yang perlu digali. Kecenderungan usaha tersebut lebih dari
dua decade yang merupakan secara keseluruhan satu kemunduran dan perkembangan
yang rumit.