Iklan

Obituari Ki Hajar Dewantara dan Semangat Perjuangannya Melawan Kolonialisme

Lapmi Ukkiri
26 April 2021
Last Updated 2021-04-26T11:24:18Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini



LAPMI, UKKIRI- Menyambut Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2021 yang bertepatan dengan hari ulang tahun Ki Hajar Dewantara, mari kita menilik sebentar apa saja perjuangan beliau atas bangsa Bumiputera (nama lama Indonesia) dan bagaimana semangat juang Ki Hajar yang pantang surut demi merdekanya pendidikan bangsa ini.


Selain bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara juga adalah Menteri Pendidikan pertama di Republik Indonesia di Tahun 1950 dan di tetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada Tahun 1959. Nama aslinya Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (baca: Suwardi Suryaningrat), alasan ia mengubah namanya di umur 40 tahun menjadi Ki Hajar Dewantara bertujuan agar dekat dengan rakyat pribumi. Pemikir sekaligus pejuang ini Lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Kadipaten Pakualaman, Yogyakarta dan Wafat pada tanggal 26 April 1959 di umur 69 Tahun. Beliau di makamkan di Taman Wijaya Brata Yokyakarta.


Semangat Ki Hajar dalam memperjuangkan Bumiputera menentang kolonial Belanda terlihat dalam tulisan-tulisannya saat ia bergelut dalam dunia jurnalistik. Ki Hajar Dewantara jugalah yang pertamakali memperkenalkan nama Indonesia di kancah Internasional. Saat itu ia sedang dalam pengasingan di Belanda, Ki Hajar mendirikan media di Den Haag, November 1913, dengan nama Indonesische Persbureau (Kantor Berita Indonesia).


Ki Hajar Dewantara pernah mengecam kolonial Belanda karena akan menyelenggarakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Prancis). Hal tersebut di anggap menjadi keganjilan sekaligus penghinaan terhadap pribumi karena kolonial Belanda berpesta merayakan kemerdekaan bangsanya di tengah-tengah bangsa yang sedang dijajahnya dan juga meminta bangsa pribumi untuk membiayai perayaan pesta itu.


Pada saat EFE Douwes Dekker alias Setyabudi Danudirja mendirikan Indische Partij (Partai Hindia) 12 Desember 1912, Ki Hajar ikut bergabung di dalamnya. Lewat partai ini Ki Hajar melakukan propaganda kritis melalui media surat kabar De Expres pimpinan Dowes Dekker. Tidak sendiri, di istilahkan sebagai "Tiga Serangkai", Ki Hajar memperjuangkan pribumi atas kolonialis Belanda bersama dengan Dowes Dekker dan juga Tjipto Mangoenkoesoemo.


Melalui tulisan sarkas yang berjudul Als ik een Nederlander was (Andai aku seorang Belanda) yang di terbitkan Juli 1913, Ki Hajar memprotes keputusan kolonial Belanda yang akan merayakan kemerdekaan negeri Belanda dari penjajahan Prancis. "...Kalau aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa inlander (pribumi) diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya." Tulis Ki Hajar dalam surat kabar De Expres.


Di anggap mencemooh kolonialis, Ki Hajar di asingkan ke Belanda tahun 1913 karena tulisan-tulisannya. Ia di pulangkan kembali ke Indonesia pada tanggal 6 September 1919 dan bergabung menjadi Guru di sekolah Adhidarma yang didirikan oleh kakaknya, RM. Suryapranoto.



Beberapa tahun berselang, tepatnya Senin Kliwon, 3 Juli 1922, Ki Hajar dkk di paguyuban Sloso Kliwon mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Taman Siswa). Di jl. Tanjung, Pakualaman, Yogyakarta. Pada saat itu dimulai dengan membuka Taman Indria setingkat Taman Kanak-kanak, dilanjutkan mendirikan Mulo Kweekschool setingkat SMP dan AMS (Algemene Middelbare School) setingkat SMA. Dengan kesuksesannya itu bangsa Indonesia tergugah semangat dan makin tebal rasa harga dirinya.


Di tahun kemerdekaan Indonesia 1945, Ki Hajar Dewantara di angkat sebagai Menteri Pendidikan pada tanggal 2 September. Jabatan tersebut hanya dijalaninya selama tiga bulan mulai dari tanggal dilantiknya sampai 14 November 1945. Ki Hajar Dewantara juga memiliki keberanian yang luar biasa, bahkan jika hal itu harus mengorbankan fisik sekalipun. 


Kronologisnya, pada peristiwa rapat umum di Lapangan Ikada (sekarang Monas), 19 September 1945, presiden Soekarno dan jajaran kabinetnya harus menembus kepungan tentara Jepang bersenjata di sekeliling lapangan. Ada yang menuntut para pemimpin bangsa agar tidak mengecewakan, sebagian lainnya menolak dengan alasan takut.


Tantangan saat itu ialah tak ada menteri yang mau memulai membuka jalan ke Lapangan Ikada karena Jepang bisa saja membunuh mereka untuk mencegah keberhasilan Pemerintah Republik Indonesia menyatakan eksistensinya di hadapan Internasional.


Akhirnya, Ki Hajar Dewantara mengajukan diri sebagai pembuka jalan. Bersama dengan Menteri Luar Negeri, Ahmad Subarjo dan Menteri Sosial, Iwa Kusuma Sumantri menerobos penjagaan tentara Jepang. Ki Hajar sempat di ingatkan oleh Sekertaris Negara, Abdoel Gaffar Pringgodigdo agar berhati-hati karena usianya tak lagi muda. Namun Ki Hajar menjawab dengan enteng "Justru karena itulah, mati pun tidak mengapa."


Reporter: Ziyad Rizqi

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl