Iklan

Cak Nur dan Simpul Kedamaian Dalam Tubuh HMI

Lapmi Ukkiri
19 April 2021
Last Updated 2021-04-19T10:05:51Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini


Oleh: Muhammad Kasim
(Pengurus HMI Cabang Takalar)

Indonesia sebagai negara majemuk yang terdiri dari berbagai konstruksi perbedaan baik itu agama, anutan kebudayaan maupun aspek rasial yang tak jarang menghadirkan konflik horizontal. Namun dibalik perbedaan dan berbagai konflik itu, Indonesia pernah dimulai dan dipertemukan dalam garis  bermakna yang bernama bangsa. Karena di dalam bangsa ini terakumulasi segala gerak perbedaan di nusantara, maka hal ini yang melandasi bung Karno awalnya memulai pancasila dengan narasi-narasi kebangsaan. Karena bangsa adalah titik temu dari berbagai arus pemikiran dan keyakinan yang didalamnya termuat titik keberangkatan sejarah yang sama.

Keberagamaan yang menjadi ciri bangsa ini semestinya menjadi modal penting bagi terciptanya berbagai kemajuan dan kemasalahatan, terutama pada sisi anutan agama. Dalam Islam, misalnya, ada beberapa teks yang tersaji dalam Al&-qur’an sebagai premis kebenaran yang bersifat transendental yang diantaranya menyebutkan umat muslim seyogyanya berlaku adil (Al-Maidah: 8-10), peduli terhadap sesama (Al-Maun: 1-7) dan larangan saling bermusuhan (Al-Hujurat: 12). Disisi lain kita memahami bahwa tanpa agama pun setiap orang mengharapkan hidup nyaman dan tentram, sebab itu adalah salah satu fitrah manusia yang mesti terwujud. Ironinya kadangkala setiap orang melandasi segala gerak kebencian dari berbagai status dan identitas yang berbeda tanpa menyadari bahwa sejak lahir setiap manusia telah diperhadapkan pada identitas dan status yang berbeda.

Dalam tutur pahit sejarah kita memahami secara bersama bahwa titus (putra kaisar roma) dan pasukannya pernah mengepung jerussalem dan melakukan perbuatan tragis dan tidak manusiawi dengan melakukan genosida terhadap kurang lebih 500 orang yahudi, salib dan pembakaran tempat ibadah adalah laku amoral mereka atas nama agama. Dari pahatan sejarah kaum yahudi ini membuktikan bahwa setiap masa tak lumrah menampilkan ketidak sehatan manusia dalam menafsir perbedaan dan berakhir pada dominisi kehendak butanya, sehingga terjebak pada sebuah kondisi yang disebut sebagai Homohomini lupus (Manusia saling memangsa seperti binatang) oleh Thomas hobbes.

Berawal dari teks-teks kebencian lalu membias pada tindakan-tindakan anarkis yang merugikan kelompok lain. Aksi balas membalas dan menjelekkan agama di laman media social semakin digencarkan, kalimat takbir menjadi payung untuk merenggut takdir maling sendal hingga tak bernyawa tanpa mencoba menggali sebab musabab dia mencuri, saling menjatuhkan dengan dalih penistaan agama serta saling menghardik dari sisi rasial setiap orang. Beberapa kejadian belakangan ini memperlihatkan betapa nilai keadaban yang kita miliki sebagai bagian dari bangsa khususnya umat Islam mengalami distorsi yang signifikan. Karena itu, di tengah kondisi kebangsaan dan keumatan yang menggelisahkan, menjadi sangat relevan bila bangsa, terlebih pada setiap kader himpunan mahasiwa Islam (HMI) agar kembali menghidupkan ide dan pemikiran cendekiawan Muslim seperti Nurcholish Madjid.

Pria kelahiran Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358) ini adalah salah satu cendikiawan muslim dan pemikir kebudayaan serta padanya tersimpul cahaya-cahaya pluralisme. Meskipun pemikirannya sering dianggap kontroversial namun itu melukiskan pribadi Cak Nur yang merdeka secara pemikiran, serta kemerdekaan akalanya tidak pernah mengahadirkan demarkasi (garis pemisah) dengan ikhtiarnya sebagai manusia. Inilah salah satu serpihan teladan dari Cak Nur bahwa konklusi takdir manusia adalah puncak dari ikhtiarnya. Sehingga seorang kader HMI seyogyanya mampu membumikan tugas dan tanggung jawab yang secara asasi dilafaskan dengan satu tarikan nafas diruang-ruang perkaderan. Kader HMI adalah sentrum perjuangan yang berada ditengah-tengah antara dassollen (keinginan) dan Dassein (kenyataan) masyarakat. Sebab kombinasi paripurna Iman, ilmu dan amal harus sampai pada ujung yang aktual yakni masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah SWT. Laku integralistik inilah yang harus tetap dijaga dan dibesarkan oleh seluruh kader HMI diseluruh sendi-sendi peradaban.

Cak Nur mengaku bahwa "Islam semakin diharapkan tampil dengan tawaran-tawaran kultural yang produktif dan konstruktif, serta mampu menyatakan diri sebagai pembawa kebaikan untuk semua, tanpa eksklusivisme komunal". Dalam dekapan keberagaman seharusnya hadir keterbukaan pemikiran, agar segala egosentris perbedaan baik agama maupun aspek rasial senantiasa berada dibawah bayang-bayang kemanusiaan. Pemimpin spiritual dan politikus dari India Mohandas Karamchand Gandhi (Mahatmagandhi) bertutur bahwa "Jika melukai mata harus dibalas dengan melukai mata maka dunia akan buta". Dari tutur yang indah ini seakan Gandhi ingin menjahit perseteruan kehendak buta manusia yang bermuara pada Balkanisasi (Konflik horizontal).

Beratap langit dan beralas tanah yang sama, kader HMI senantiasa pada lajur kedamaian dan perjuangan sebagai aspek monumental dalam kehidupan serta hal yang tak menyalahi fitrah manusia. dimata Cak Nur tergores sebilah makna yang diwariskan pada kader-kader HMI, serta menjadi tanggung jawab moral bersama untuk di wartakan secara turun temurun sebagai api yang akan membakar spirit kemanusiaan kita. Himpunan Mahasiswa Islam tidak menjadikan kita untuk stagnan memandang segala problematika dan bangga dengan segala capaian, tetapi alam semesta yang dinamis harus diikuti dengan pemikiran yang dinamis pula agar kita tidak terbelenggu oleh zaman. Sisi ke khalifahan kita yang kreatif dan inovatif harus diimbamgi dengan sikap abdi (hamba) kita yang senantiasa tunduk pasrah pada sang Maha tunggal. 

 

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl