masukkan script iklan disini
Pic source by ui.ac.id Oleh Wa Ode Nurfadilla Andi Wasekum PAAA HMI Komisariat Adab Dan Humaniora Cabang Gowa Raya Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Kembali dihebohkan dengan terkuaknya banyak kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap mahasiswa/mahasiswi yang tidak jelas akhir dan penanganannya. Kasus ini di mulai dari tindak pencabulan oleh dosen kepada mahasiswinya, begal payudara, kamera gopro di wc serta video call sex terhadap beberapa mahasiswi UIN Alauddin Makassar. Hal ini menandakan bahwa UIN Alauddin Makassar menjadi salah satu institute Pendidikan yang tidak ramah gender, dibuktikan dengan fasilitas-fasilitas kampus yang tidak mendukung seperti minimnya penyediaan penerangan/lampu jalan, cctv, dan posko pengaduan pelecehan atau kekerasan seksual. Kurangnya tindakan kampus inilah yang menyebabkan potensi-potensi untuk terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual secara terus-menerus. Masalah ini kemudian menjadi persoalan yang tidak boleh lagi dikesampingkan dari pihak kampus yang mestinya harus bertindak tegas atas aturan pencegahan, penanganan dan pemulihan korban dan pelaku. Kementerian agama di tahun 2013 mengeluarkan surat keputusan tentang Pusat Studi Gender Dan Anak (PSGA) yang menerbitkan aturan jelas pencegahan kekerasan dan pelecehan seksual. PSGA khususnya di UIN Alauddin Makassar yang dipimpin oleh Dra Siti Aisyah MA PhD bahkan sempat menyelenggarakan TOT Perencanaan dan pengagaran Responsif Gender yang berlangsung selama 2 hari, kebijakan ini kemudian menuai banyak pertanyaan setelah pihak kampus mengatakan bahwa akan mendirikan PSGA, sedangkan PSGA yang disebutkan sudah lama hadir dikampus UIN Alauddin Makassar ditahun 2013. Kampus ternyata memang begitu lamban menanggapi kasus-kasus pelecehan seksual sehingga mengakibatkan kasus ini terjadi secara berulang.
Berdasarkan fakta lapangan, mahasiswa/mahasiswi tidak hanya kekurangan fasilitas-fasilitas kampus namun narasi ataupun study gender sangat kurang dikalangan kampus khususnya UIN Alauddin Makassar. Menurut Winarsunu (2008) pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh korbannya. Bentuk pelecehan seksual tidak hanya perilaku seperti memeluk atau meraba-raba. Ucapan, tulisan, isyarat, dan simbol yang berkonotasi seksual yang mengandung unsur pemaksaan kehendak oleh pelaku, kejadian yang tidak diinginkan korban, serta mengakibatkan penderitaan terhadap korban juga termasuk bentuk pelecehan seksual. Maka dari itu pentingnya mengetahui dasar-dasar pengetahuan tentang gender tujuannya adalah untuk meminimalisir atau menghilangkan potensi terjadinya kekerasan atau pelecehan seksual. UIN Alauddin Makassar mengklaim bahwa hadirnya Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) diharapkan menjadi solusi yang bijak dalam menjawab keresahan mahasiswa/mahasiswi, tetapi beberapa tanggapan kontra muncul dari berbagai kalangan yang mengatakan bahwa PSGA hanya seperti wadah jurnal yang orientasinya korban akan dijadikan sebagai objek penelitian. Selain itu juga, mengapa PSGA ini hadir lagi setelah 4 kasus tersebut mulai terkuak di media secara besar-besaran. Harusnya, dari awal penanganan terhadap kasus-kasus pelecehan seksual tersebut diusut tuntas mulai dari pengaduan hingga pemulihan. Seperti banyaknya berita yang beredar bahwa kampus UIN Alauddin Makassar tidak menanggapi lebih jauh soal penanganan pelecehan sesksual seperti dosen yang beberapa tahun lalu melakukan pencabulan terhadap mahasiswinya kini masih bebas berkeliaran dalam kampus dan bahkan bertemu mahasiswa/mahasiswi. Pelaku ini juga belum mendapatkan surat pemecatan secara resmi dari universitas alasannya karena kampus tidak punya wewenang lebih soal itu, mereka hanya bisa mengajukan ke kementerian agama dan yang berhak memutuskan adalah kementrian agama. Begitupun dengan begal payudara yang masih terus mengancam keselamatan mahasiswi dikarenakan sampai sekarang penerangan di Lorong tempat kejadian masih belum difasilitasi penerangan/lampu jalan sehingga potensi untuk terjadi hal yang sama akan terus terjadi ditambah akses jalan pintas seperti tangga-tangga yang lebih dekat untuk masuk kampus kini semua dihilangkan oleh pihak keamanan dan akhirnya mahasiswi/mahasiswa harus berjalan memutar yang jaraknya lebih jauh dan sunyi. Mengenai kamera GoPro yang ada di Fakultas Syariah mungkin pelakunya telah ditangkap tetapi apakah pihak kampus melakukan tindak lanjut terhadap korban seperti penyembuhan traumatik mental/psikologis? dan yang baru saja terjadi, video call sex yang didapatkan beberapa mahasiswinya bernotabene di fakultas dan jurusan yang sama, kecurigaan-kecurigaan harusnya muncul sebab pelakunya bisa jadi adalah mahasiswa atau dosen karena kebanyakan korban berada di fakultas dan jurusan yang sama. Kampus seharusnya lebih cepat dalam bergerak dan mengawal kasus-kasus tersebut sebelum semuanya bertambah buruk karena jika tidak ditangani lebih awal maka kekerasan dan pelecehan seksual akan terus berkembang. Kepada seluruh mahasiswa/mahasiswi penting kiranya untuk lebih mengenali macam-macam pelecehan atau kekerasan seksual agar lebih berhati-hati Ketika berada dikawasan kampus sebab kampus merupakan lahan predator yang paling banyak mengembangkan kasus-kasus pelecehan ataupun kekerasan seksual. Berikut rilis dari beberapa media mengenai kekerasan seksual yang terjadi dalam lingkup kampus UIN Alauddin Makassar. https://news.detik.com/video/200930021/mahasiswi-diteror-video-call-sex-uin-makassar-bentuk-tim-investigasi (video call sex) https://sulsel.inews.id/berita/penemuan-gopro-di-toilet-wanita-uin-alauddin-makassar-mahasiswa-ini-memang- (kamera gopro diwc) https://sulsel.inews.id/berita/penemuan-gopro-di-toilet-wanita-uin-alauddin-makassar-mahasiswa-ini-memang-wc-umum (kamera GoPro di wc) https://putusan3.mahkamahagung.go.id/search.html?q=Putusan+530+pid.b (dosen cabuli mahasiswi) https://uin-alauddin.ac.id/berita/detail/psga-uin-alauddin-adakan-tot (PSGA UINAM 2013) |