Iklan

Adakan Festival Rakyat, Pertigaan Alauddin-Pettarani Jadi "Lautan" Manusia

Lapmi Ukkiri
17 October 2020
Last Updated 2020-10-17T02:36:23Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini


LAPMI, UKKIRI - Ratusan Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Makassar (GERAM) mengadakan Festival Rakyat dan memadati pertigaan  Jl. Sultan Alauddin dan A.P Pettarani Makassar. Jum'at (16/10/20). 


Aksi ini merupakan rangkaian dari aksi unjuk rasa penolakan terhadap disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja, 5 oktober lalu.

Aksi ini tidak sperti aksi demonstrasi biasanya. Tidak ada polisi yang berjaga dengan senjata lengkap dan tidak terjadi kemacetan lalu lintas.

Dari pantauan Lapmi Ukkiri di lokasi sekitar pukul 22:00 Wita, terlihat euforia massa aksi dan beberapa warga sekitar yang juga ikut bergabung. Mereka tampak sorak menyanyikan lagu Iwan Fals yang berjudul Surat Buat Wakil Rakyat dan lebih lantang lagi saat lagu Fajar Merah-Kebenaran Akan Terus Hidup di lantunkan bersama.

Jelo, selaku Jendral Lapangan berpendapat bahwa aksi ini adalah salah satu bentuk kampanye untuk menarik simpati yang lebih luas terhadap masyarakat.

"Setiap aksi, masyarakat selalu menganggap kita akan membuat kerusuhan dan kekacauan. Itu yang harus kita saring sebagai gerakan rakyat progresif bahwa kita juga mempunyai kreatifitas gerakan. Di tingkatan pemerintah dan kepolisian selalu mengkampanyekan setiap aksi kita, pasti ujungnya kericuhan, kerusuhan dan lain sebagainya." Ungkapnya

Hingga saat ini, Presiden sudah mengatakan bahwa jika ada ketidakpuasan terhadap UU Omnibus Law Cipta Kerja silahkan ajukan uji materi ke Mahkama Konstitusi. Namun GERAM tidak sepakat sebab hal itu keliru karena ini bukan kasus pertama.


"Menurut kita di GERAM, sangat keliru ketika UU yang pemerintah lahirkan itu kita uji materi dengan mereka lagi. Ini bukan kasus pertama. Seperti UU KPK, Minerba, dan lainnya sudah di uji materikan ke MK tapi tidak pernah terselesaikan." Tambahnya

Jelo beranggapan kita sedang memasuki era yang paling baru dan lebih otorotarian.

"Pemerintah hari ini kita kenal sebagai Neo-orba, orde paling baru. Pemerintah terkesan lebih represif, otoritarian dibandingkan Soeharto. Pihak kepolisian juga dalam menangani massa aksi melakukan represifitas, itu sudah keluar dari koridornya sebagai pengayom dan pelindung bangsa." Tutupnya.

Sampai saat ini, masih ada organisasi yang beranggapan bahwa UU Omnibus Law Cipta Kerja cacat formil, sebelum bahkan sesudah disahkannya.

Bahkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), dalam siaran persnya 14 oktober lalu berpendapat bahwa Omnibus Law Cipta Kerja tidak sah dikarenakan keterlambatan DPR menyerahkan rancangan UU kepada Presiden.

WALHI berpendapat rancangan UU yang sudah disetujui bersama di DPR harusnya diserahkan ke Presiden paling lambat tujuh hari sesuai dengan peraturan DPR no. 2/2020 dan tatib DPR no. 1/2020. Namun, DPR menyerahkanya tanggal 14 oktober 2020, kata Aziz Syamsuddin selaku wakil ketua DPR.

Reporter: Ziyad
Editor: Rezky Amelia Jumain
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl