masukkan script iklan disini
Anonim
Beberapa waktu yang lalu, lembaga internal kemahasiswaan UIN Alauddin Makassar yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Alauddin Makassar (ALMAUN) Melawan Takdir, telah melakukan berbagai macam varian aksi, baik fisik maupun non fisik (virtual) dan juga telah menempuh jalur administrasi yang di layangkan kepada pimpinan kampus UIN Alauddin Makassar terkait sikap penolakan Surat Keputusan Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Nomor 491 Tahun 2020 Tentang Keringanan Uang Kuliah Tunggal Mahasiswa di Lingkup Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Atas Dampak Bencana Pandemi Covid-19.
Pada 1 Juli 2020, ALMAUN Melawan Takdir melakukan aksi demonstrasi di depan Kampus 1 UIN AM Jl. Sultan Alauddin Makassar, dimana aksi ini di lakukan sebagai bentuk penolakan terhadap undangan audiensi dari Rektor UINam namun justru tidak dihadiri oleh Rektor sendiri dalam hal ini Prof. H. Hamdan.
Bukan tanpa alasan mahasiswa melakukan aksi demonstrasi. Pasalnya, diisi poin Surat Keputusan Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Nomor 491 Tahun 2020 pada diktum Kedua, yakni: “Keringanan Uang Kuliah Tunggal Mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam penetapan diktum KESATU poin a. Yang berbunyi Pengurangan Uang Kuliah Tunggal Mahasiswa diberikan sebesar10% (sepuluh persen) dari nominal Uang Kuliah Tunggal yang telah ditetapkan dan berlaku untuk pembayaran Uang Kuliah Tunggal Semester Gasal Tahun Akademik 2020/2021” dengan berbagai persyaratan yang dinilai sangat sulit dan memberatkan mahasiswa dalam pengurusannya serta pemotongan 10% dianggap tidak berdasarkan pada keadilan dari situasi real yang terjadi pada semester genap dan selanjutnya (ganjil).
Kondisi dilapangan, perkuliahan semester genap hanya berlangsung kurang lebih 2 pekan saja, selebihnya perkuliahan dan pengurusan administrasi bagi yang melakukan tahap penyelesaian itu semua di lakukan di rumah atau dilakukan secara online (daring), fasilitas kampus yang termasuk dalam pembiayaan UKT (biaya langsung) tidak di nikmati mahasiswa, bahkan janji subsidi kuota yang pernah beredar di grup WatsApp pun sampai hari ini belum terealisasi.
Pertanyaannya kemudian, jika dalam masa pandemi (semester genap dan ganjil) pelaksanaan kuliah dalam jaringan (online) mahasiswa tetap membayar UKT dengan pemotongan 10%, lantas UKT Semester genap dan Semester ganjil yang akan datang itu dikemanakan oleh pihak kampus?
Jika kebijakan yang diambil tidak menuai transparansi dari birokrasi kepada mahasiswa, maka sudah pasti jelas ada masalah terhadap kebijakan tersebut.
Maka dari itu, sah-sah saja ketika disinyalir pihak kampus terindikasi melakukan penyalah gunaan UKT mahasiswa yang katanya di alokasikan untuk hal-hal lain akan tetapi tidak ada bukti jelas bentuk pengalokasiannya.