masukkan script iklan disini
Oleh: Muhammad Syarif Hidayatullah
Jam pagi sebelum siang terik suatu hari, sehelai daun yang terhempas oleh angin jalan bersenandung dengan hikmat kepada manusia yang lalu lalang-menginjak badan lusuh, sedang berkeping-keping hampir putus anggota badannya. Sang daun itu mulai bercerita;
"Mengapa orang-orang yang paling bahagia di dunia ini selalu ringan saja untuk bisa bahagia?"
Kita didorong oleh orang-orang terkasih di sekitar kita, bahkan banyak disuruh sekolah tinggi-tinggi, disuruh kerja di sana dan di situ, dan seluruh proses dan pencapaian hidup. Sebenarnya yang dimaksud "Kamu mesti sukses!" itu apa? Tak lain, yang dimaksud hanya agar "Kamu mesti bahagia!", apapun kondisi dan pencapaianmu dalam hidup.
Kamu pergi mencari dan mengunjungi tempat-tempat yang kamu sukai, jiwai, dan semua yang ingin dituju, karena apa? Karena kamu ingin selalu mencari kebahagiaan di hati, kebahagiaan yang ikhlas, yang genuine, yang otentik, yang bukan terpaksa, yang bukan dipaksa-paksa bahagia, yang murni, kebahagiaan yang berdampak kebaikan untuk orang lain dan alam di sekitar, dan dirimu.
Anda hidup dengan punya kecerdasan, jabatan, harta, sumber daya, penampilan, dan seluruh keadaan anda itu hanya sekadar tahapan, bukan tujuan. Tujuan anda adalah bahagia, di sini sejak di dunia fisik, dan bahagia menuju dunia metafisik dengan usaha.
Saya adalah daun yang tak pernah berisik dan menangis meninggalkan tangkai, hanya iringan tabuhan kemenangan suara hembusan penghormatan angin yang membantuku untuk tiada lagi bersama kekasihku; Sang Tangkai. Karena sungguh, bukanlah angin yang menjatuhkan aku ke tanah, bukan angin yang menguningkan atau tua-kan warna badanku, pula bukan karena angin aku mengecupkan terakhir kali kekasihku Sang Tangkai, namun akulah yang telah takdirnya kembali mengecup tanah, kembali menjadi tanah. Ingatlah, aku kembali menutrisi-membantu tegaknya tangkai yang masih tegar di dahannya.
Aku selalu berpatri dalam hidup ini agar supaya dapat ringan menjadi bahagia dengan "Selalu berpikir dan merasa, aku tidak memiliki apa-apa, maka dengan itu tidak ada derita, sedih, kecewa, pesimisme, kemunduran, dan aspek destruktif yang akan dialami oleh semua kita; kita yang dicipta dan kita yang mesti paham bahagia yang sebenarnya".