Iklan

Pendidikan atau Percetakan?

Lapmi Ukkiri
01 May 2019
Last Updated 2020-06-22T13:03:21Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini


Oleh Fian Anawagis
(Ketua Umum HMJ Sejarah Kebudayaan Islam)

Dalam menyambut momentum Hardiknas (Hari Pendidikan Nasional) jauuh terlintas dibenak saya, pendidikan itu adalah wadah yang tak memandang kasta.

Benarkah demikian? Coba kita telisik pendidikan masa kini, benarkah sudah mendidik secara manusiawi atau mungkin tak ubahnya sebagai alat untuk menggodok pada hal-hal yang instan? Ah entahlah, keresahan itu selalu datang menghantui.

Ada banyak ketimpangan-ketimpangan yang beredar didepan mata bak sebuah tontonan dramatis tapi nyata. Rakyat miskin atau biasa disebut masyarakat low class, yang ingin coba mencicipi rasa 'terdidik' itu katanya, mungkin hanyalah sebuah angan yang tak terealisir karena kejamnya cost education.

Tapi apakah dengan masuk ranah bangku kuliah hanyalah sebatas mencari legalitas bahwa kita seorang sarjana? Atau mungkin lebih dari itu? Mari kita pecahkan bersama, menurut K.H Dewantara, pendidikan itu merupakan proses pembudayaan, yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju kearah keluhuran hidup kemanusiaan.

Terjadi banyak pergeseran saya fikir, dalam konteks masa kini, pendidikan tidak dipandang lagi sebagai sesuatu yang memerdekakan ataupun memanusiakan manusia. Pengejaran target (score) lebih penting daripada nilai (value) dalam proses menempuh pendidikan itu sendiri. Hidup tidak selamanya berbicara tentang seberapa banyak yang kita dapat (score) tapi seberapa banyak kita menyelami nilai-nilai kehidupan dan mengamalkannya. 

Beberapa hari yang lalu salah satu menteri pun hendak melontarkan agar dalam pendidikan itu kiranya sosial humaniora dibatasi saja, atau bisa jadi dihapuskan. Praktik liberalisasi (pasar bebas), privatisasi (otonomi sendiri), dan komersialisasi (komoditi perdagangan) telah menyusupi pendidikan hari ini.

Meskipun iya, derasnya arus globalisasi tak bisa kita pungkiri, tapi mestikah, di zaman yang serba digitalisasi ini  harus mengadopsi semua bentuk nekolim barat dalam dunia pendidikan dan diajarkan untuk selalu melakukan segala sesuatu secara instan? Kita bukan produk dari mesin percetakan kawan, ayolah, suda sering saya bertanya, entah berapa yang merasakan keresahan seperti apa yang saya rasakan, semoga kedepannya sarjana tidak sekedar legalitas dalam dunia nyata.

Manusia kembali dimanusiakan dan aturan yang tak sehat direlevankan dengan esensi mendidik yang sebenarnya, bukan mencetak!
iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl