Genggam Aku, Layak Engkau Menggenggam Para Hamba-Mu



Oleh Muhammad Syarif Hidayatullah 

Aku menutup bagai Laila ketika malam menjelang. Cahayaku memudar ketika diri terhempas oleh cinta hanya Sang Majnun.
Akulah yang selalu mendo'akanmu di tiap waktu lima sujud pada Tuhan-ku.
Akulah setitik gambar yang muncul di alam pikiranmu.
Engkau berkata "Mengapa dapat pula aku mengingatnya".

Engkau berdiri menyapa angin kemudian berkata "Sampaikan pada orang yang menulis namaku, bahwa aku mulai memikirkan dan berharap ia memberiku sepatah cinta dan firmannya".
Engkau harus tahu, Biar sejuta replikamu.
Engkau harus tanamkan, Biar kembang merah atau putihmu.
Engkau harus sadar, Biar sebanyak tarikan udara melalui bibir-bibir delimamu.

Aku tak akan bergerak menghalangi dan mengharapkan semua itu.
Ketika sukma berseteru menggerakkan ragamu. Pernahkah Kau tak mampu melawan gerak pikiranmu?
Ketika sekarang dunia menagihmu untuknya, namun jiwa digadai demi ia.

Atau engkau bertentu diri bahwa dirimu lebih menagihmu lebih dari dunia menagihmu.
Sama seperti api menagih agar ia lebih besar dari air. Air menagih ia besar lebih dari api.
Hilang salah satu untuk unggul, dua untuk hilang, atau keduanya seimbang menagih waktu?

Aku adalah Yusuf yang tak menggilai Zulaiha. Padahal Zulaiha menggilai Yusuf.
Hati Zulaiha tersayat-sayat cinta diri.
Menggempar-gempar Yusuf mengganggu tidur yang ia harap menghilangkan Yusuf ada di depannya. Padahal cinta itu bukan ciptaannya.

Tapi ciptaan matanya.
Padahal do'a Zulaiha mengguncangkan Arsy' dengan rintihan murni dan tulus cintanya.
Tuhan menuliskan kemudian Yusuf adalah Kekasihnya.
Tuhan kan awal lebih berhak mendapatkan cinta mereka.

Ingatlah ketika fajar menyingsing dengan patuh atau terpaksa.
Ia takut pada Tuhan-nya.
Padahal ia mampu melompat ke pangkuan pendosa. Akulah Ali sang pemilik gelar Ahlul Bait.

Cinta Ia bagai Fatimah cinta.
Sang Az-Zahra dengan kesetiaan dan adi keperempuanannya.
Tapi aku bukan Tuanku Sang Baginda Muhammad. Aku menutup layak buku telah terbaca di mushafnya yang terakhir.

Akulah aku, aku hina mengharap bertemu dan menyampaikan salam.

***

Ini Bukan Puisi, Ketika Diharap Sebagai Secarik Do'a diri.