masukkan script iklan disini
Oleh
Belajar Menulis
Belajar Menulis
Selain dalam bentuk puisi, di dunia permusikan juga, para seniman musik menjadikan lagu sebagai media propaganda menyampaikan makna kepada siapa saja yang mendengarnya. Salah satu lagu produksi Dallas Austin dan ditulis bersama anggota TLC sekaligus membumingkannya, lagu dari negara Amerika ini dirilis pada 10 Agustus 1999 berjudul Unpretty.
Ternyata setelah mendengar lagu tersebut dan menyaksikan langsung Video Clip-nya, terdapat aroma feminisme yang dimunculkan dalam budaya pop ini. Di video menampilkan seorang perempuan yang tampak tergoda melakukan cangkok payudara hanya untuk memenuhi tuntutan kekasihnya, tetapi perempuan itu memutuskan untuk menentang praktik tersebut. Naomi Wolf dalam bukunya The Beauty Myth (2002), bahwa mitos kecantikan dirancang dengan cara seperti berikut: peringkat yang tinggi sebagai objek seni adalah predikat yang paling berharga yang dapat diraih seorang perempuan dari kekasihnya. Naomi Wolf menganggap laki-laki sebagai salah satu penggerak dalam mengubah paradigma perempuan perihal cantik.
Mary Gordon dalam Final Payment menggambarkan bagaimana mitos kecantikan membuat perempuan bersembunyi dari laki-laki, bahwa perempuan biasanya akan takut bertemu dengan kekasihnya yang telah lama berjauhan, melihat dirinya tidak seperti yang dulu lagi. Perut yang menggantung di atas celana dalam, paha yang membesar, dan tubuh yang tidak langsing. Ini mengakibatkan perempuan berfikir untuk melakukan banyak hal sebelum bertemu dengan laki-lakinya. Karena kepercayaan bahwa tanpa kecantikan, laki-laki tidak mungkin mencintainya.
Dalam dua gambaran di atas, jika dipakai untuk menganalisis lagu Unpretty ini bahwa laki-laki (kekasih) senang menata gaya hidup perempuan berdasarkan keinginannya. Laki-laki terkontruksi mitos kecantikan dari seorang model di majalah dan memaksa kekasihnya menjadi bentuk yang sama dengan model. Gambaran di atas mengalami dekonstruksi pemaknaan. Jacques Derrida (1967a,1967b) telah mengkonsepkan bahwa struktur makna suatu tanda bukan sesuatu yang objektif, juga bukan sesuatu yang subjektif. Begitu diucapkan atau dituliskan, suatu tuturan akan hidup terlepas dari penuturnya. Menurut Derrida, dalam kehidupan sehari-hari, tanda (makna) merupakan sesuatu yang dinamis, yang berperikehidupan sendiri. Makna dihasilkan dari suatu proses yang menghasilkan makna yang berbeda-beda menurut setiap individunya.
Makna yang dianggap baku dan bersejarah ini bahwa sejatinya laki-lakilah yang berperan dalam bentuk diskriminatif dan subordinatif dalam diri perempuan. Superiornya maskulin menekan pergerkan feminis dalam hal mencintai “aku” dalam dirinya, mencintai hakikat kemanusiaannya. Tidak selamanya demikian. Penelitian mengatakan, sebagaimana perempuan cemas degan mitos kecantikan, lelaki pun mengalami hal yang sama. Misalnya, ketika laki-laki duduk bersama dengan teman laki-lakinya, mereka akan membicarakan keunggulan pasangan masing-masing, yang sebenarnya adalah imajinasi mereka dari hasil konstruksi. Laki-laki pun mengalami frustasi yang sama. Jadi, frustasinya para perempuan dan laki-laki, tentang konsep kecantikan yang ideal, itu tidak langsung datang dari surga tetapi berasal dari sesuatu tempat yang hendak menanam kepentingan tertentu.
Kepentingan-kepentingan itu yang membuat lelaki lupa satu hal, bahwa mereka tidak menggunakan mata perempuan sebagai cermin. Pemahaman dasar yang harus mereka bangun adalah hakikat diri sebagai manusia yang alaminya akan menua dan hal-hal lain dalam diri secara biologis akan berubah. Jika laki-laki bercermin dengan baik di mata kekasihnya yang menua, bahwa seharusnya ia juga sadar telah ikut menua seiring dengan kebersamaan mereka.
***
Reference
Hoed, Benny H. Semiotik & Dinamika Sosial Budaya. 2014. Komunitas bambu. Depok. G,
Mary. Final Payments. 1978.
W, Naomi. The Beauty Myth: How Image Of Beauty Are Used Against Woman. 2002. Niagara. Yogyakarta.