Persaksian antara Sang Pagi dan Malam, Sumpah Saksi Adi Cinta Sempurna

Pic by pixabay

Sebuah adi sajak oleh Muhammad Syarif Hidayatullah

Tak melihatmu tiga hari
Tak merasakan nuansa pagi telah-telah
Meneruskan hari-hari
Menjelaskan hati akan energi-energi Melepaskan hampa tak juga pergi pernah
Mengusak-usak dan mengetuk-etuk pintu Melebarkan diri mengepak sayap hampir patah
Dan bayangmu bagai bayang mentari usai pergi Melekat dalam dua kepalan tangan

Apa hanya diam atau gerak diinginkan Sang Malam? Sang Pagi hampir-hampir pudar pernah sebelum hilang cahaya berpesan "Aku tak akan pernah melupakan dan mendahuluimu dalam perputaran roda sahabatku; Waktu. Wahai Malam, adi kasihku! Dengarkan tulus dan meresap-resap ingin hatiku, biar gelapmu membungkus terang raga dan jiwa tak sempurna ini tanpamu!".

"Memilih Engkau aku tuk jalani dan temani emban turuti perintah Tuhan semesta pencipta raga dan susunan warna kita. Aku tak pernah ingin untuk memilihmu, Aku memilihmu karena Tuhan menuliskan pena-Nya sesudah kering; Engkau laksana relung kemaha besaran Adi cintaku".

Petir-petir tanda bahwa ia dapat muncul bertamu kepada Pagi juga Malam
Petir-petir itu kode-kode dan simbol-simbol mereka bersyahdu rindu dan bertemu

"Kuingin bersamanya Tuhan, pisahkanlah kami hanya saat Engkau memenuhi janji-Mu; kala akhir zaman telah tiba, begitu juga kami dengan Wajah-Mu selalu memenuhi kewajiban kami pada-Mu. Memuji-muji kepadatan Maha-Mu. Wahai Engkau terang; Pagi, Kekasihku. Bimbingku pada jalan Tuhan-ku dan kamu, geser ronta-ronta kerinduanmu menyentuh segenap hatiku; Tuhan bersemayam dalam hatiku. Aku mencintaimu, karena Allah mencintai seluruh makhluk ciptaan-Ia, jika Tuhan mencintaiku, maka aku tak mungkin untuk tidak mencintaimu; layaknya Tuhan tak akan pernah mencipta tanpa terlebih dahulu makhluk telah ia cinta, Ia mencipta dengan Cinta, dan Ia menyuruh kita untuk meninggalkan kelalaian akan hikmah-Nya, kepada hatimu kuberbicara, kepada sanubariku aku menyiapkanmu rumah bagi cintamu".

Dengan mereda tangis
Dengan menguat-kuat syaraf-syaraf jiwaku
Dengan rasuk sajak-sajak antara sang terang dan gelap
Aku kembali meniti menujumu
Menuju cinta matiku
Bukan cinta fana manusia mengikut nafsu
Sumpahku, jiwaku, ragaku, dan alam segenap luas semesta pikiranku, meletup-letup memperjuangkan Engkau
Merasakan pedih, sakit, gores luka, air mata, bahagia, jatuh tak pernah terbantu, semua manis-pahit itu; Maha Cinta
Rinduku padamu
Padamu milikku
Lalu, sekarang, semoga Tuhan menunjukki masa depan jalan dirimu
Tuhanku, dan Tuhanmu adalah satu.

Makassar, Tuhan lebih mengetahui waktu; kala hati menguap-uap nyanyian syahdu