Iklan

"Modernisme, Postmodernisme, dan Kapitalisme Manusia Kontemporer Dalam Hidup Temporer"

Lapmi Ukkiri
18 March 2019
Last Updated 2020-06-23T04:28:26Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini
Sumber: Google.com


Seorang teman sejurusan bertanya ke saya bahwa ada seorang kawannya yang berjurusan Ilmu Ekonomi berdialog dengannya kemudian berpendapat bahwa seluruh manusia adalah makhluk *kapitalis*. Namun teman saya menolak, karena tak puas iapun melempar pertanyaan ke saya "Apakah kamu setuju dikatakan seorang kapitalis?" saya menjawab "Tidak juga". "Apa alasannya?" ia kembali bertanya. "Karena saya tidak setuju tentang kapitalisme yang mendominasi (istilah Karl Marx; kaum Borjuis) terhadap kaum Proletar. Kita berusaha dan bekerja harus sesuai Islam; mengerti halal atau haram, zakat kepada yang tak mampu, mengenal Tuhan (shalat walau sibuk menjadi pengusaha atau bekerja).

Karena alasan-alasan di atas saya tidak setuju dan saya tidak seperti itu secara keadaan dan juga idealisme, karena memang kita butuh Islam yang telah mengatur cara hidup ekonomi dan sosial manusia. Jika seseorang mengatakan bahwa kita tak terlepas dari sebutan "manusia kapitalis", maka ia bisa benar juga, Mengapa? Karena untuk konteks zaman modern sekarang, kita tidak bisa lepas dari kegiatan konsumsi yang banyak tiap hari dan tempat. Transaksi dilakukan anywhere (dimanapun) dan anytime (kapanpun). Hampir-hampir susah kita sekarang menolak kapitalisme. Karena kita sendiri sudah terjebak di kubangan lumpur kapitalisme global.

Data atau kuota yang kita pakai sekarang untuk mengobrol Whatsapp dan sosial media lain tak bisa hampir kita lepas darinya. Jiwa narsistik dan kepentingan profil diri mendominasi pemakai teknologi dan informasi. Sehingga ada ambivalensi yang dirasakan oleh kita; manusia modern. Kapitalisme merebak tidak hanya menjadi teori semata, praktiknya sudah sangat jelas terjadi. Kita menolak untuk ter-kapitalis-kan tapi ikut juga menyuburkan praktiknya di seluruh kegiatan hidup sehari-hari. Ingin seperti apapun kita berkilah, mereka (para kapitalis global dan lokal-pengikut setianya di setiap kota-) terlampaui jauh telah menguasai kehidupan dan kebutuhan (baca: keinginan-keinginan) kita.

Setelahnya kita kemudian merenungkan nasib kita antara menjatidirikan kita sebagai "kapitalis pasif", menjadi "kapitalis aktif" atau kita ingin menjadi seperti apa? Apakah kita benar-benar sebagai manusia kapitalis? Jawabannya terletak pada cara kita mengatur hidup pribadi. Jika saja kita selalu menampakkan sikap hedonisme (mencari kesenangan) dari make up, parfum, kuota, anting, gelang, semua perhiasan tambahan lain yg tak perlu di diri pribadi berarti efek negatif mendominasi, kemudian anda jelas (meminjam istilah Antonio Gramsci) telah terhegemoni oleh para kapitalis global. Namun akan berbeda jika cara hidup kita seadanya; sederhana menyikapi sumber dan kecanggihan teknologi informasi dan sungguh-sungguh mendekati Sang Pemilik Modal; Tuhan Yang Maha Pengasih dan Bijaksana.




Biodata Penulis :


Muhammad Syarif Hidayatullah [Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar - Chair of Salaja Pustaka

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl