masukkan script iklan disini
Sumber: Google.com
"Mengenang, 80 Tahun kelahiran Nurcholish Madjid (17 maret 1939 - 17 maret 2019). Bagai binatang jalang dari kumpulan nya yg terbuang, dicerca, dan disalah pahami. Tapi berkat rasionalitas, keteguhan dalam pendirian, ide-ide pembaruannya lambat laun menjadi mercusuar ditengah krisis aktualisasi diri komunitas islam dalam konteks kebangsaan dan kemodernan.
Intelektual muslim modernis.
Islam, seharusnya mengedepankan spirit Islam yang terkandung dalam ajaran-ajaran nya untuk kebaikan semua orang, soekarno menyerukan kepada kaum muslim untuk menghidupkan pemikiran baru yang selaras dengan tuntutan zaman dan masyarakat. Sebab katanya, masyarakat adalah barang yang tidak bisa diam (dinamis). Bung karno melihat, adanya jurang pemisah antara apa yang kita pahami tentang Islam dan apa yang menjadi kenyataannya, sehingga bung karno memandang perlu adanya pembaruan pemikiran Islam. Bung karno juga mengkritik kaum muslim dengan kecenderungan nya menjadikan fiqih sebagai satu-satunya tiang agama. Karena menurut soekarno, tiang keagamaan terletak didalam ketundukan kita kepada Allah SWT (Tauhid).
Nurcholish madjid (Cak Nur) yang mewacanakan perlunya pembaruan pemikiran Islam (1970) ini, melanjutkan seruan bung karno tentang menghidupkan pemikiran baru, karena bagi cak nur Islam harus selalu dibuat relevan (modernisasi). Disini kita menemukan titik apa yang mereka (bung karno & cak nur) sebut itu sebagai "api islam". Meskipun bung karno tidak menawarkan suatu metode terhadap pembaruan pemikiran tersebut dikarenakan latar belakang bung karno yang tentu berbeda. Bung karno sebagai pemikir revolusioner disini mencoba meggebrak orang-orang untuk bangun dari tidurnya. Sedangkan Cak Nur, yang memiliki latar belakang pesantren yang membuatnya banyak menguasai bahasa asing (terutama bahasa arab), dan organisatoris (menjabat 2 Periode di PB HMI sebagai ketua umum), sehingga cak Nur lebih memiliki metode untuk memberikan gagasan tentang pembaruan pemikiran Islam.
Cak Nur awalnya digadang-gadang sebagai "Natsir Muda". Namun, ia harus mengecewakan semangat politik para pendukung Natsir saat ia mendentumkan jargon "Islam, yes; Partai Islam, no!" pada 1970, di periode keduanya sebagai pemimpin HMI itu, ia lebih memilih semangat kebudayaan Natsir yang peka dengan filsafat Islam dan Barat ketimbang aspirasi politiknya. Sang anak ideologis Masyumi yang kental dengan tradisi Nahdlatul Ulama ini pun harus mengukir namanya sendiri.
Para penentangnya salah paham dan berhenti memahami alur pikirannya dengan baik. Menurut Cak Nur, perlu nya sekularisasi di kalangan kaum Muslim, penting untuk memberikan arah yang jelas tentang urusan dunia yang memang bersifat duniawi dan dengan urusan ukhrawi (akhirat) yang bersifat transenden. Agar kaum muslim mampu menemukan ide-ide progresif untuk kemajuan umat dan bangsa yang berangkat dari keterbukaan/kebebasan berfikir yang tentunya tidak bersifat sektarian.
Sikap tunduk pasrah hanya dihadapan Allah semata (tauhid) membuat kaum muslim mampu berfikir lebih terbuka yang dimana konsep cak nur tentang "Modernisasi ialah rasionalisasi, bukan westernisasi". Desakralisasi terhadap sesuatu yang memang bersifat duniawi dan hanya meyakini yang satu yang memang patut untuk disembah, akan mengantarkan kaum muslim dari sikap kebebasan berfikir dengan mengedepankan budaya intelektual (diskusi) ketimbang menjadi muslim yang takfiri / taqlid buta. "Menyimpan yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang baik" atau disebut "neotradisionalmodernisme".
Menemukan titik Api Islam antara bung karno & cak nur, mengantarkan kita kepada pilihan, memilih Islam sebagai Api (the ideas of progress & phsycological striking force) atau memilih Islam sebagai abu & arang (statis dari warisan kultural)
Wallahu a'lam bi al shawwab
Wassalamualaikum wr. Wb
Biodata Penulis :
Andi. Muh. Syaiful haq
(Ketua bidang Partisipasi Pembangunan Regional BADKO HMI SULSELBAR 2018-2020)