masukkan script iklan disini
Pic by pixabay |
Oleh: Yuli Puspitasari (Ang San Mei)
Masa kecil bagi seorang anak dalam keluarga, baik laki-laki maupun perempuan tidak lagi menjadi satu subjek melainkan obyektivitas dari orangtuanya. Jika membahas mengenai seorang perempuan, masa kecil adalah hal yang tak bisa kita hilangkan dari diri seorang perempuan, dari masa kecil lah kita dapat menilai bagaimana seorang perempuan menempatkan diri mereka dalam dunia patriarki ini.
Dalam buku Second Sex, masa kecil anak-anak jika diibaratkan suatu bangunan, ia adalah rumah yang dibangun sejak dini, dengan pondasi-pondasi yang kokoh yang dibangun sesuai keinganan sang Arsitektur. Anak-anak mulai kehilangan subjektifitasnya sejak kecil, mereka telah menjadi suatu bentuk yang sudah diproyeksikan sebelumnya.
Jika berbicara tentang eksistensi anak-anak, pada buku Second Sex menjelaskan jika anak-anak mencari eksistensinya kepada orang lain.
Menurut mereka, orang dewasa itu seperti Tuhan karena memiliki kekuasaan untuk memberi eksistensi kepadanya. Seorang anak akan mencari kasih sayang melalui dekapan hangat seorang ibu, tidak ada yang berbeda dari tingkah laku anak perempuan dan anak laki-laki selama 3 sampai 4 tahun pertama.
Second Sex merupakan buku yang cukup tebal untuk menyajikan siapa sebenarnya perempuan itu, kita akan mengerti mulai dari bagaimana eksistensi perempuan pada masa kecil mereka hingga menjadi perempuan bebas. tetapi, saya tidak akan me-review buku tersebut, saya akan me-review pemikiran dari penulis buku tersebut, Simone De Beauvoir.
Simone De Beauvoir merupakan salah satu tokoh yang berkonstribusi besar kepada feminisme, dia adalah sosok yang membuat kita sadar bahwa sebenarnya dunia ini tidak melulu perihal laki-laki, bahwa setiap perempuan mampu menjadi subjek dalam segala hal, dan perempuan juga sebenarnya bisa mengobyekkan seorang laki-laki.
Semua itu kembali ke diri perempuan, bagaimana mereka menempatkan dirinya dihadapan seorang laki-laki. Dia mengungkapkan bahwa perempuan yang sadar akan kebebasan diri mereka dapat dengan leluasa menentukan jalan hidupnya. Entah menjadi seorang pekerja atau seorang yang educational.
Seorang perempuan bisa menjadi intelektual tanpa memikirkan bahwa perempuan mempunyai keterbatasan biologis (yang sebenarnya tidak pernah ada).
Hal yang membuat ini menarik adalah fenomena zaman sekarang di Indonesia banyak sekali perempuan yang belum sadar atau belum aware bahwa diri mereka sendiri sebenarnya adalah satu subjek dan tidak membutuhkan apapun untuk mengatakan bahwa mereka adalah seorang subjek.
Perempuan saat ini, sayangnya, masih rela atau bahkan dengan semangat menjadikan diri mereka sebagai obyek laki-laki. Ini terbukti dari bagaimana perempuan selalu berusaha untuk tampak menarik di depan seorang laki-laki, perempuan berusaha untuk menggambar wajah atau bahkan membentuk tubuh mereka agar terlihat mulus, molek, dan modis.
Banyak sekali perempuan yang enggan untuk mengaktualisasikan diri secara maksimal. Padahal saya percaya bahwa hawa diciptakan bukan untuk melakukan hal yang sia-sia seperti itu.
Saya percaya bahwa perempuan mempunyai potensi yang sama atau bahkan lebih dari seorang laki-laki jika diolah. Namun, saya juga percaya tidak pernah ada kata terlambat untuk menjadikan diri sendiri sebagai seorang subjek yang sebenar-benarnya.
Perempuan mampu membebaskan diri sendiri dari belenggu obyektivitas atau bahkan memajukan diri sendiri dengan segala potensi yang ada. Yang terpenting adalah bagaimana kaum perempuan sadar akan keberadaannya di dunia ini.
Untuk itu perlu ditingkatkannya kesadaran terutama dari perempuan akademisi yang sekarang ini sudah cukup banyak namun kesadaran akan kefeminisannya masih dirasa kurang, terbukti dari masih banyaknya perempuan yang memiliki pendidikan tinggi namun mereka masih dengan suka rela diobyekkan atau ditindas secara moral oleh laki-laki.
Bagaimanapun juga saya percaya manusia adalah makhluk yang memiliki kebebasan. Manusia dilahirkan untuk bebas memilih ingin bereksistensi seperti apa, keputusan tersebut berada ditangan manusia itu sendiri, termasuk perempuan. Manusia selalu bergerak dari kemungkinan menjadi suatu kenyataan.
Yang terpenting adalah bagaimana perempuan merasa sadar kepada diri mereka bahwa mereka adalah seorang manusia yang memiliki hak yang sama dengan seorang laki-laki. Kalau saya selalu ingin dan berusaha untuk menjadi subjek, kamu bagaimana?