Siddi temmalesang, Dua Temmasserang




Oleh Rizka Andriani M
Sekum KOHATI HMI Komisariat Adab dan Humaniora

Aku terima cintamu seikhlas hatiku, sebab engkau adalah si pendengar yang selalu mendengarkan jeritan hati, segala adalah cintamu, aku berada di dalam rengkuhmu.
Jika rinduku adalah rindu yang dusta, jika cintaku adalah cinta yang dusta, tapi mengapa debar di jantungku selalu menyebut namamu, namamu yang sunguh suci itu.

Jika mencintaimu adalah ujian, beri aku kesempatan lulus mencintaimu namun jangan luluskan aku ketika cintaku ini dusta.
Jika hatiku terus bergalau, adalah ruhmu dalam diriku yang terus menyeru, merindu-rindu cintamu.

Sungguh aku teramat lelah, beri diri ketulusan berserah, di dalam pelukmu aku istrahat kekasih. Cintaku teramat rumit, menerjemah cintamu yang sederhana.
Aku lah debu, dan engkau keluasan tak terhingga, aku debu yang tak sanggup menerka rahasia cintamu.
Berulangkali aku meruntuh, tapi cintamu tetap utuh, kekasih. Aku perenungan yang meriuh, dan engkau keheningan yang menerima segala aduh.

Suara suara yang diterbangkan angin ke atas langit, menggema di relung-relung, suara yang memanggilimu, rindu.
Doa yang memenuhi langit bumi, entah berbisik entah memekik, ingin menyibak tabir rahasia kesejatian bahwa cintamu utuh.

Wahai engkau, para perindu berbondong-bondong memburu cahaya, dengan sepenuh harap, kau catat; rindu yang bercahaya berkelit terbasuh luka oleh air mata.
Kalau cinta bersedih jika tak terbalas, maka jangan kau pupus harap perjumpaan denganmu. Hidupku fana, tapi cintamu kekal Jangan tolak rindu cinta ini kekasih, sebab tanpa cintamu hidupku akan hampa, tak berarti apa-apa, kekasih.
Aku tak akan menyeka air mata tangisku, karena telah menjadi saksi cinta.

Aku menulismu dengan huruf besar atau huruf kecil, aku tahu kau tahu seberapa besar rinduku yang menyelimuti diri.
Aku telah luluh, merindumu, sebagai daun yang luruh tulus mencium bumimu menerima isyarat cintamu, kekasih.
Aku dan engkau, perindu dan yang dirindu, saling merindu untuk bertemu, walau tiada jarak cintaku untuk cintamu.
Jika mata lahirku tak mampu memandang cintamu, mata batinku silau oleh cahaya cintamu. tersungkur aku, gemetar dalam sujudku.

Duhai engkau, jika puisiku adalah kebohongan, maka telah tersesat aku di lembah kata-kata.
Aku peminta-minta, senantiasa mengemis cintamu, sebab engkau Maha kaya.
Jika aku selalu saja lupa dan melupakan dalam khilaf alpa, maka sungguh engkau tak pernah lupa.
Sajakku berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, duhai awal mula kata.

Kalimat berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai awal mula kata, kata-kata berlepasan berhamburan ingin bicara padamu, wahai asal mula kata, huruf-huruf berlepasan berhamburan, ingin bicara padamu, wahai engkau mula segala mula.

Dan pada akhirnya kesenyapan menyapa, senyap yang melebur segala gaduh ramai dalam diri, hanya airmata duhai kekasih yang dirindu cintanya.

Sayap cahaya menerangi langit cintamu, membuka fajar.
Pengharapan bertumbuhan sebagai tunas yang menyapa semesta penuh bahagia, sungguh engkau adalah pemilik cinta itu.
Engkau berikan ku sebuah cinta dan hanya kepadamu pula cinta itu akan kembali, Kekasih.