masukkan script iklan disini
Pic by pixabay |
Oleh: Rahmad Adri
Kabid KPP HMI Komisariat Adab dan Humaniora
Sudah hampir seharian nenek Tace berjualan buah di trotoar, matahari mulai berlindung dibalik kokohnya gedung-gedung pertokoan. Tace sudah mulai bosan menghitung kendaraan yang hilir mudik, namun tak ada satu pun yang singgah untuk membeli dagangannya.
Tace sudah berusia senja, rambutnya sudah dipenuhi uban dan kulitnya mulai keriput, namun ia sama sekali belum pikun. Diumurnya yang sekarang tak banyak yang bisa dia lakukan. Berdagang adalah satu-satunya harapan agar dia dan cucunya bisa bertahan hidup.
Dagangan tidak laku adalah hal yang wajar bagi para pedagang. Yang patut diwaspadai oleh nenek adalah jika sewaktu-waktu datang orang-orang menertibkan barang dagangannya, lebih baik dagangan tidak laku dari pada harus berurusan dengan orang-orang ini.
Harusnya nenek berdagang di pasar saja, dibandingkan dengan tempat ini, pasar lebih dekat dengan rumah. Di pasar lebih banyak pembeli yang bisa nenek temui bukan? Nak, dagangan nenek tidak seberapa banyaknya, keuntungan yang nenek dapatkan hanya bisa menutupi kebutuhan makan kita sehari-hari.
Berjualan di sana butuh banyak modal, nenek tak sanggup membayar pajak tempat. Lagi pula Nenek tidak bisa meninggalkan tempat ini. Tempat ini selalu mengingatkan banyak hal, meninggalkannya berarti mengubur masa lalu.
Dari kecil nenek sudah hidup di sini, bermain dengan teman sebaya nenek. Kenangan masa kecil bersama sahabatku Murni, Maware, Ica, tidak bisa hilang begitu saja. Ingatan tentang bapak dan ibu, mana mungkin aku lupakan. Kenangan-kenangan itu memaksaku untuk tetap tinggal.
Kau tahu Nak? Di sini juga aku bertemu dengan kakekmu. Meskipun ia tidaklah kaya namun dia sangat baik. Saat bapak turun ke sawah untuk menanam padi dia datang membantu bapak, waktu bapak jatuh sakit dia menggantikan bapak untuk bertani, saat itu kami masih muda.
Aku jadi ingat saat pertama kali bertemu dengannya, waktu itu sedang musim hujan. Aku di minta ibu untuk membawa bekal untuk ayah di sawah. Saat ingin menyeberang sungai, kaki nenek terkilir dan terhempas jatuh. Nenek nyaris terbawa arus sungai yang deras, untungnya ada kakekmu yang menolong dan mengendongku pulang ke rumah saat itu.
Bapak memutuskan untuk menikahkanku dengan kakekmu, dengan alasan bahwa umurnya sudah tidak lama lagi, dia ingin sebelum meninggal punya seorang cucu. Aku sama sekali tidak menolak, lagi pula aku memang jatuh hati padanya, Kakekmu sangat senang memperdengarkan lantunan sinrilik kepadaku, Kakekmu sangat pandai merangkai kata-kata agar terdengar indah.
Matanya berbinar, air matanya menetes. Ia tak dapat menahan rasa haru dan rindu pada almarhum suaminya. Kau tak perlu ikut menangis, nenek tidak sedang bersedih, tangisan nenek ini tangisan bahagia. nenek bahagia memiliki suami seperti dia.
Nenek mendekat dan memelukku, malam ini terasa lebih dingin, mungkin butuh lebih banyak kardus lagi untuk menutup dinding-dinding rumah yang mulai berlubang. Sampai sekarang pun sebenarnya aku tidak mengenal betul nenek, ia jarang bercerita tentang masa lalunya.
Terkadang nenek lebih memilih diam ketika aku mengajak bercerita tentang bapak atau kakek. Sudah sewajarnya ketika aku mempertanyakan hal tersebut, aku tak tidak mengenal wajah bapak.
Kata nenek, ayahku wafat ketika ibu sedang hamil dua bulan. Sejak kecil aku sudah tinggal bersama nenek, Ibu entah pergi ke mana. Nenek bilang ibu ke Malaysia untuk mencari pekerjaan. Untungnya ada nenek yang baik hati, yang merawat dan membesarkanku.
Bicaranya sudah dulu yah nak, ini sudah larut. Saatnya untuk tidur, kau juga butuh tidur yang banyak agar tidak bangun kesiangan lagi, nanti guru di sekolahmu bisa marah kalau kau terlambat ke sekolah.
******
Pulang sekolah aku memutuskan menemani nenek berjualan dan juga aku sudah meminta izin kepada pak Haji Dahlan untuk tidak masuk kerja siang ini. Lagi pula kasihan juga kalau nenek berjualan sendirian.
Aku takut terjadi apa-apa kepada nenek, jangan sampai dia kena marah lagi oleh satpam yang berjaga di sekitar tempat nenek berjualan. Nenek kenapa tidak jualan di pasar saja, kenapa jualan di sini. Disini jarang yang membeli buah dagangan nenek, yang ada hanya orang yang berbelas kasih saja yang singgah memberikan nenek beberapa lembar rupiah.
Nak, sebetulnya ada banyak hal yang belum kusampaikan kepadamu. sebelum kita tinggal di gubuk itu, rumah kita di sini. Rumah kita tepat berdiri di kompleks pertokoan itu. Hanya saja saat itu kita dipaksa untuk menjualnya dengan harga yang murah, kakek dan bapakmu tidak setuju.
Mereka bersama warga berjuang mati-matian untuk mempertahankan tempat ini. Namun mau bagaimana lagi, kita ini orang kecil, mustahil bisa mengalahkan orang-orang kaya seperti mereka. Kakek dan bapakmu mati di bunuh saat mereka berdua pergi berladang. Kata pak Cinna mereka dicegat oleh preman bayaran dan di bunuh. bapakmu dan kakek tak sempat melawan, peluru tajam lebih dulu menembus jantungnya. Bapak dan Kakekmu dulu adalah pahlawan yang ikut berjuang demi desa, nak.
Namun sekarang, bagi kebanyakan orang mereka adalah penjahat yang memang layak untuk di bunuh karena mengajak warga desa untuk menolak pembangunan. Pembangunan itu tidak ada untungnya bagi warga desa. Mereka ngotot dan mengatakan bahwa ini demi kebaikan kita bersama.
Kami hanya ingin hidup di desa yang sederhana, kita tidak butuh gedung yang besar dan jalan beraspal. sawah dan ladang sudah cukup untuk menghidupi kita. Kini desa itu sudah tidak ada, sekarang yang ada hanya gedung-gedung bertingkat dan perkantoran.
Ayah dan Kakekmu di tuduh sebagai pemimpin gerombolan pemberontak, karena tak ada cara lain untuk membungkam mereka maka di perintahkanlah preman-preman itu untuk membunuhnya. Mereka tidak diadili sebagaimana mestinya, tidak ada penjara untuk mereka.
Kau lihat kantor besar yang ada di seberang jalan sana, bagi mereka yang sedang duduk di kantor itu, apa yang di lakukan oleh preman-preman itu sudah benar.
Nenek tidak akan pernah bisa meninggalkan tempat ini. Nak, Hari ini tepat 16 tahun yang lalu bapak dan kakekmu terbunuh di sini, tempat di mana nenek berjualan sekarang.