masukkan script iklan disini
Oleh Rahmat Achdar
(Ketua Umum IMPS Soppeng)
Pada dasarnya, cinta merupakan sebuah elemen penting dalam kehidupan manusia. Eksistensinya pun cukup berperan penting dalam konteks perjalanan spiritual manusia, sesuai dengan yang dikatakan Plato, bahwa cinta merupakan kebutuhan.
Ada banyak persepsi dan perspektif tentang cinta, namun ada pula yang tidak dapat melontarkan sebuah argumen mengenai makna cinta yang sebenarnya.
Banyak yang sepakat bahwa cinta sangat sulit didefinisikan, karena berhubungan dengan emosi, bukan intelektual. Selama ini juga tidak ada yang pernah berhasil menetapkan bahwa sebenarnya cinta itu masuk disiplin ilmu apa.
Tapi, marilah kita mencoba mengkaji tentang apa sebenarnya cinta, dimana dia, dan apakah ia kekal atau tidak.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata cinta di artikan sebagai perasaan kasih sayang terhadap sesuatu, ataupun orang lain. Secara istilah, maka cinta dapat di maknai sebagai sesuatu yang dialami manusia dan perasaan tersebut menimbulkan rasa kasih sayang bagi yang merasakannya.
Dalam perspektif islam sendiri, memaknai cinta sebagai limpahan kasih sayang Allah terhadap seluruh mahluk ciptaan-Nya. Karena cinta yang hakiki hanyalah milik Allah SWT, karena hanya Allah yang maha sempurna dan maha pemilik cinta.
Dalam perspektif lain, islam memandang cinta sebagai bentuk persaudaraan antar manusia yang melandasi hubungannya dengan mahluk lain seperti hewan dan tumbuhan. Ibnu Hazm menyebutkan bahwa cinta adalah suatu naluri atau insting yang menggelayut pada perasaan seseorang terhadap orang yang dicintainya.
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang di inginkan. Yaitu, wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah tempat kembali yang baik. (QS Ali Imran ayat 14).
Ayat di atas menjelaskan beberapa bentuk cinta kepada mahluk ciptaan-Nya, namun cinta yang paling tinggi dalam kehidupan manusia terutama umat islam adalah Allah SWT, sang pemilik otoritas sepenuhnya, sang pencipta alam semesta beserta isinya. Kecintaan ini pun dapat di aktualisasikan melalui pelaksanaan perintah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Setelah mencintai Allah SWT, maka tugas selanjutnya bagi seorang hamba adalah mencintai segala yang di ciptakan-Nya dan menjaganya sepenuh hati. Sebagaimana seorang hamba di anugerahi sebuah gelar Khalifah dalam dirinya yang tentunya akan bertugas menjadi Rahmatan Lil Alamin. Mengutip perkataan Ayatullah Mutahhari dalam bukunya yang berjudul Pengantar Epistemologi Islam, mengatakan bahwa "salah satu potensi spiritual manusia yaitu moralitas". Yang dimaksud moralitas di sini adalah perbuatan yang cenderung berbuat baik kepada sesama, atau dalam istilah lain yang dikatakan oleh Gus Musyakni, "memanusiakan manusia" lebih tepatnya.
Jadi pada dasarnya, islam memandang cinta kepada sesama manusia adalah fitrah yang tidak dapat dinafikan. Akan tetapi perlu di pahami bahwa, meskipun cinta memang di benarkan dalam islam, tapi jangan sampai kita salah kaprah dalam memaknai cinta tersebut. Jangan sampai karena besarnya cinta kita kepada manusia ataupun makhluk lainnya, membuat kita lupa akan siapa dan dimana tempat kita kembali yang sebenarnya. Karena terkadang ada orang yang telah dibutakan oleh cinta terhadap sesuatu selain Tuhan, padahal cinta yang kekal hanyalah kepada Allah SWT.
Allah SWT berfirman:
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَـكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ
وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Artinya:
"Katakanlah (Muhammad), jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku! Niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS Ali Imran ayat 31).