masukkan script iklan disini
Oleh: Muhammad Naufal Mahdi
“Padahal setiap manusia di dalam dirinya
memelihara dua ekor srigala. Yang satunya adalah cinta, lainnya benci.” - Tawa di Musim Penghujan.
Jika tak berlebihan, saya boleh mengatakan bahwa
cinta adalah prinsip dasar hidup manusia. Cinta bahkan melingkupi seluruh aspek
pada kehidupan manusia. Dari sana, cinta bisa menjelma apa saja. Salah satu
yang bisa tercipta dari cinta adalah karya. Resolusi Yang Usang adalah salah
satu anak dari cinta itu. Cinta yang akhirnya menjelma menjadi teks.
Sulit untuk menentukan satu penghubung antara cerita
satu dan cerita lainya pada buku kumpulan cerpen seperti ini. Saya akhirnya memilih cinta karena ia ada pada
hampir tiap narasi. Narasi tentang cinta kemudian dieksplorasi menjadi beberapa
cerita.
Diawali dengan cerita yang berjudul Dongeng Nek
Minah. Dari cinta seorang nenek kepada cucunya. Lalu Pengantar Jenazah, Tentang
Fanatisme cinta yang akhirnya berujung luka. Dan beberapa judul cerpen lainnya.
Sebagai penutup, naskah teater Orang–Orang Sakit.
Membaca teks yang ada pada buku Resolusi Yang Usang
seperti menyelami samudra dunia yang luas. Mungkin ini berlebihan, namun begitu
yang memang tersaji. Pembaca akan disuguhi berbagai macam cerita yang akan
membawa cakrawala berfikir kita sejenak menjuju imaji. Cerita yang berjudul
Resolusi Ibu Tini jika dibandingkan dengan Janji Muazin misalnya. Keduanya
mempunyai tema cerita yang berbeda. Namun menariknya, ia memiliki satu
penghubung.
Belum lagi cerita tentang gejolak revolusi pada
cerpen yang berjudul Kamase-Mase. Kita bisa membayangkan betapa Indonesia akan
menjelma menjadi sebuah negara yang baru di bawah amukan massa revolusi
Makassar.
“Aparat perlahan menarik diri. Mereka
jadi incaran para anarkhi. Portal di setiap perbatasan untuk mengurangi jumlah
perusuh dari daerah pun tak sanggup membendungnya. Semua musnah.” - Kamase-Mase.
Beberapa cerita yang saya sebutkan di atas
setidaknya memiliki hubungan dengan bagaimana cinta itu mengada pada manusia.
Ada yang mengada dan membentuk keyakinan religius, ada yang mengada secara
membabi buta, ada juga yang menjadi benci.
Menjelmanya cinta menjadi benci itu dapat dilihat
pada naskah teater Orang-Orang Sakit. Cerita yang berlatar belakang panti jompo
itu bercerita tentang pembunuhan pada panti tersebut. Tak ada yang tahu siapa
pelaku dari semua kejadian yang menimpa beberapa orang tua yang ada di panti
itu. Beberapa penyelidikan telah dilakukan. Logika detektif pun telah
digunakan. Namun tetap saja tak ada yang tahu. Lalu, pembunuhan itu pun
terungkap. Ia dilatari oleh cinta yang tak terbalas. Ia diungkapkan oleh pembunuhnya sendiri. ia
berkata;
“Aku tahu semua jejak-jejakmu. Kasur
tempatmu ditindih Nizar, aroma keringat di dinding tempatmu bersandar saat
bercinta dengan Asmar, dan rerumputan yang tercerabut dari akarnya karena
gesekan keras dari binalnya percumbuanmu dengan Sawir di halaman belakang. Aku
tak mau menunggu berlarut-larut. Usia kita semakin menipis. Aku tak mau
menghabiskannya dengan penantian. Itu bodoh namanya.” – Orang-Orang
Sakit.
Masih banyak lagi cerita yang menarik pada buku ini.
Keterbatasan interpretasi dan ketakinginan untuk terlalu membatasi karya ini
adalah alasan utama mengapa saya tak terlalu membahas cerita yang lain. biarlah
cerita yang lain itu milik pembaca dan biarkan makna itu menari pada kepala
tiap pembaca.
Bukan tidak mungkin pembaca sekalian menemukan
interpretasi lain pada buku ini. Karena sejatinya, seluruh pemaknaan tak bisa
lepas dari pengalaman eksistensial pembaca.
Sayang rasanya jika saya tak berterimakasih pada
penulis karena telah menerbitkan buku ini. Kepada Bang Jul, yang selama ini
menjadi guru sekaligus kakak, terima kasih karena telah mengajarkan padaku
melalui cerpen Janji Muazin;
“Sungguh, kepalsuan selalu lebih
menenangkan
dibandingkan pahitnya kejujuran.” – Janji Muazin
Apa yang saya ceritakan pada ulasan ini mungkin, dan
memang sangat mungkin, akan berbeda dari tanggapan pembaca yang lain. Pada
akhirnya, teks hanya bisa berfungsi jika ada pembaca. Dan bacaan akan lebih
mengasyikkan jika kita memiliki banyak pengalaman, termasuk pengalaman cinta
dan benci. Jika membaca buku ini tak berefek apapun pada pembaca, maka pengalaman
cinta dan benci itu masih belum dimiliki. Saya sarankan perbanyaklah sakit hati!