masukkan script iklan disini
pic by google |
Oleh: Askar Nur
“Scripta Manent Verba Folant”
“Yang tertulis akan tetap mengabadi,
yang terucap akan berlalu bersama angin”
Tulisan
itu Raksa temukan di lembar ketujuh buku yang berjudul “Aku, Buku dan Sepotong Sajak
Cinta” Karya Muhidin M. Dahlan atau yang akrab disapa Gusmuh meskipun buku ini
belum Raksa tamatkan namun beberapa lembar yang telah dia selesaikan tersimpan
di ingatannya dengan penafsiran sesuai kacamata yang dia gunakan. Buku ini
sebenarnya telah lama diinginkan oleh Raksa namun baru saat ini mampu
memilikinya, buku ini adalah kado dari sang kekasih di hari istimewanya dan
menempati etalase teratas di antara koleksi buku-buku yang lainnya.
Sebuah
bentuk kegelisahan dan kesunyian seseorang yang memilih jalan yang berbeda
daripada kebanyakan orang, inilah jalan sunyi dari seorang penulis yang
menghabiskan waktu luangnya untuk membaca, berdiskusi, menulis dan bekerja
serta berani hidup miskin kata si Aku dalam cerita. Melirik beberapa fragmen
dari buku ini, hal yang terdampar dalam pikiran Raksa adalah kalimat “Scripta Manent Verba Folant” , kalimat
ini memiliki makna yang begitu dalam baginya “Yang tertulis akan tetap
mengabadi, yang terucap akan berlalu bersama angin”. Dia mencoba
menginterpretasikan dan menghubungkan kalimat tersebut dengan jalinan asmaranya
dengan sosok perempuan tercintanya dengan cara menyimpan dalam memorinya setiap
momen yang dia jalani bersama kekasihnya itu dan menguraikan kembali dalam
bentuk karya sastra baik puisi, syair maupun tulisan.
Di
zaman seperti sekarang ini yang kita sebut sebagai zaman milenial yang mana
erat kaitannya dengan zaman kemunculan teknologi yang semakin canggih, zaman
dicetuskannya perihal revolusi 4.0 yang identikkan dengan robotika dengan
mekanisme pengoperasian melalui sistem networking sehingga manusia-manusia yang
menjumpai mekanisme ini akan merasa mudah melakukan sesuatu misalnya para
generasi muda yang beranjak dari SMA atau sederajatnya menuju Perguruan Tinggi
akan mengalami kemudahan tersendiri salah satunya sistem kerja otak agak
sedikit mengalami kemudahan, yang tidak perlu lagi bekerja seperti biasanya
untuk sesuatu yang berbau pemikiran yang lahir dalam proses aktualisasi diri
secara alamiah. Namun di sisi lain lahirnya kecanggihan teknologi itu
melahirkan pula budaya yang terbilang lama namun terus didekonstruksi yakni
budaya instan yang mana segala sesuatunya lebih mudah diperoleh salah satunya
pemikiran karena segala sesuatunya yang dibutuhkan sudah disediakan oleh
berhala mungil dunia seluler sehingga berpikir secara sendiri dengan metode
ilmiah dan alamiah serta mengandalkan wawasan atau potensi dalam diri nampaknya
mulai berkurang. Efek yang dimunculkan dari semua ini terhadap generasi muda
saat ini salah satunya adalah menurunnya kepercayaan terhadap orang lain dan
segala sesuatunya membutuhkan pembuktian namun permasalahannya kemudian yakni
tidak semua sesuatu yang bisa dipercayai harus memiliki bukti yang kasat mata
dan di sisi lain indera yang dimiliki manusia bukan hanya mata.
Berangkat
dari hal itulah Raksa jatuh hati pada kalimat “Scripta Manent Verba Folant”, dan dia mencoba menghubungkan dengan
hubungan asmaranya dengan seorang perempuan. Perasaan Raksa pada kekasihnya itu
sangatlah dalam dan dia mengharapkan perasaan cintanya pada kekasihnya abadi
selamanya. “Yang tertulis akan tetap mengabadi, yang terucap akan berlalu
bersama angin” menjadi motivasi tersendiri baginya untuk mengabadi-kan
perasaannya terhadap kekasihnya itu melalui tulisan-tulisannya karena seberapa
kalipun dia mengutarakan perihal cintanya pada kekasihnya, itu hanya akan
menjadi ucapan yang membosankan bagi kekasihnya ditambah lagi manusia hari ini
terkenal skeptis terhadap segala
sesuatu termasuk cinta yang kerap mejadikan kisah masa lalu sebagai landasan
yang ampuh, meskipun hari ini mengutarakan cinta beserta embel-embelnya pada seorang perempuan, hal pertama yang perempuan
pikirkan adalah perjalanan kisah cintanya di masa lalu yang dipenuhi dengan
ucapan cinta yang sama setiap harinya namun pada akhirnya semua itu berlalu
bersama angin dan ini dirasakan baik perempuan maupun laki-laki. Dekonstruksi
kesadaran seperti inilah yang terbangun kokoh dalam benak setiap insan dalam
dunia cinta pada insan lainnya sehingga persoalan kepercayaan susah diperoleh.
Ini bukan murni kesalahan manusia dalam kisah masa lalu dan sekarang, namun
inilah kondisi hasil daripada konstruksi zaman.
Raksa
mulai menjalani hubungan asmara dengan kekasihnya maret lalu, dan mulai saat
itu juga dia merekam sedikit demi sedikit perjalanan kisahnya dan menguraikan
semuanya dalam bentuk catatan-catatan kecil hingga tulisan-tulisan yang
berwujud cerpen, puisi ataupun syair. Kegagalan kisah cinta di masa lalu,
membuat Raksa sedikit trauma sampai pada akhirnya dia menemukan sosok perempuan
yang bernama Asrina yang menurutnya cocok dengan dia meskipun persoalan dunia
dari keduanya agak berbeda akan tetapi Raksa menjadikan perbedaan-perbedaan itu
sebagai jalan menuju persamaan sehingga tercipta nuansa dialektis dalam
hubungan mereka. Raksa begitu menyayangi dan mencintai Asrina, dengan berbagai macam cara dia lakukan untuk tetap
melihat senyum manis Asrina yang mengisyaratkan bahagia tanpa kepura-puraan
meskipun perempuan ini agak susah memunculkan senyumannya apalagi saat dia
telah berkendara di bawah terik matahari
yang membakar disertai desiran debu yang terbawa arus kendaraan dan
hinggap di pakaiannya, maka senyum itu menjauh beberapa saat darinya. Bagi
Raksa kebahagiaan Asrina merupakan kemerdekaannya. Meskipun mereka berdua dari
beberapa segi memiliki perbedaan namun pada dasarnya cinta tidak mengenal
perbedaan dan persamaan. Cinta adalah cinta itu sendiri yang tumbuh subur
secara alami dalam diri setiap individu.
"Biarlah
cinta ini tetap tumbuh dengan kesuburannya secara alami, ku sematkan cinta
untuk Asrina dalam tulisan yang tetap abadi". _Raksa_