Iklan

Menertawakan Politik Bersama The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disappeared.

Lapmi Ukkiri
27 June 2018
Last Updated 2020-06-23T04:03:56Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates
masukkan script iklan disini

Google.com

Oleh: Muhammad Naufal Mahdi

Utusan Presiden SBY tiba menemui Allan Karlsson. Ia menginginkan agar Allan membantu Indonesia untuk pembuatan bom atom. Setelah berbincang sebentar, Allan menyetujui.

Allan berkata, “… Kalau begitu, dengan senang hati saya bersedia membantu.”

Begitulah cerita pada halaman akhir dari Novel The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disappeared.

Novel itu mengisahkan seseorang, sesuai judulnya, yang berumur seratus tahun yang melompat keluar dari jendela karena tak ingin menghadiri hari ulang tahunnya. Banyak alasan yang membuat Allan tak ingin hadir. Salah satunya karena ia benar-benar tak suka diperlakukan seperti itu di dalam Rumah Lansia. Akhirnya ia melompat dari jendela dan memulai perjalanannya.

Tahun itu tahun 2005. Tepat setahun setelah presiden SBY mengubah identitas Facebooknya menjadi Presiden Republik Indonesia. Tahun itu pula yang mengungkapkan siapa Allan Karlsson yang sebenarnya.

Allan tak suka politik. Tapi ia disukai oleh politik, lebih tepatnya politik perang. Bakatnya membuat bom membuatnya menjadi penentu kemenangan Amerika pada permainan yang bernama Perang Dunia. Ketaksukaan Allan pada politik didasari oleh pesan ibunya. Pesan itu diucapkan oleh ibunya setelah kematian ayahnya yang dibunuh oleh tentara Salin karena mempertahankan tanah.

Pesan itu berbunyi, “Segala sesuatu berjalan apa adanya, dan apa pun yang akan terjadi, pasti terjadi.”

Maka dengan pesan itu, Allan tak perlu terlalu berpikir keras akan kemana hidupnya berlabu. Ia pergi ke spanyol bersama temanya yang bernama Esteban, seorang komunis. Ia, di sana, berteman akrab dengan Francisco Franco karena berhasil menghadangnya untuk melalui jembatan yang beberapa menit kemudian akan meledak.

Dari Spanyol, ia ke Amerika. Awalnya ia menjadi pelayan. Membuat kopi untuk para fisikawan yang berencana membuat bom dengan ledakan yang dahsyat. Tiap hari ia bertemu dengan Julius Robert Oppenheimer. Karena jengkel pada percakapan beberapa fisikawan yang tak mampu menemukan bagaimana membuat bom atom, Allan tiba-tiba nimbrung dalam percakapan mereka. Ia menjelaskan cara kerja bom atom pada Julius Robert Oppenheimer. Lalu … beberapa tahun kemundian, Hiroshima dan Nagasaki dibuat luluh lantak oleh bom tersebut.

Allan semakin terkenal. Ia kemudian ditugaskan menuju Tiongkok untuk menghentikan gelombang revolusi dari Mao Tse Tung. Alih-alih menghentikan revolusi, ia malah menyelamatkan istri  Mao. Setelah itu ia kabur. Berencana pulang ke Swedia, negara asalnya, namun terdampar di Iran karena dituduh komunis.

Begitulah perjalanan Allan yang penuh dengan intrik politik. Mau bagai mana lagi, sepanjang abad ke-20 orang seperti Allan memang seperti juru selamat. Keahliannya membuat bom tentu sangat dibutuhkan oleh negara mana pun.

Kabar tentang Allan yang ahli membuat bom atom tentu membuat Stalin kegirangan. Beberapa kali gagal membuat bom atom, Stalin segera memerintahkan Yuri Borisovich Popov untuk menemui Allan dan menculiknya. Namun tetap saja Stalin gagal. Ia malah hampir membunuh Allan hanya persoalan sederhana; puisi.Beberapa pertimbangan membuat Allan tak dihukum mati. Ia hanya dipenjara.

Berada di penjara membuat Allan sangat bosan. Suatu hari ia menghancurkan penjara itu dengan ledakan bom sehingga seluruh daerah di sekitar penjara itu hangus. Ia berhasil melarikan diri. Berencana menemui pemimpin Korea Utara.

Bukan Allan namanya jika tak beruntung. Di sana ia dihadiahi oleh Mao paket liburan ke Bali karena berhasil menyelamatkan istrinya dari penculikan. Maka ia berada di Bali akibat uang liburan yang berlimpah itu. Menyaksikan pembantaian Soeharto pada saat-saat terindah liburannya.

“ … Soeharto memburu orang-orang yang komunis, dianggap komunis, disangka komunis, kemungkinan komunis, sangat tidak mungkin komunis dan orang-orang tidak bersalah lain.”  Begitu yang tertulis pada halaman 369.

Tak hanya dibuat susah oleh politik, ia juga dijadikan buronan oleh polisi karena kabur dari Rumah Lansia. Saat berhasil melompat dari jendela, ia pergi ke stasiun bus. Sembari menunggu bus datang, ia membawa koper yang tidak sengaja dibawanya masuk ke bus. Koper itu sebenarnya dimiliki oleh pemuda yang bersamanya di stasiun. Namun karena pemuda itu menitipkan kopernya pada Allan dan bus Allan telah tiba sedangkan pemuda itu belum ada di stasiun, maka ia membawa koper itu bersamanya.

Allan tak pernah menyangka koper itu berisi uang. Banyak sekali uang. Allan tak habis pikir uang itu mau ia apakan.

Polisi semakin gelisah karena Allan belum juga ditemukan. Terlebih, ternyata ia membawa koper berisi uang. Polisi semakin curiga pada Allan. Segala kemungkinan dimunculkan. Apa Allan seorang pencuri? Penipu? Atau bahkan pembunuh? Tak satu pun dari pertanyaan itu yang mampu menjawan teka-teki mengapa Allan kabur dari Rumah Lansia. Atau mengapa Allan kabur lalu membawa koper yang berisi uang yang banyak, banyak sekali.

Bersama koper itu ia menemukan banyak teman. Satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh. Yang ke empat dan ke lima mungkin bukan manusia, tapi anjing dan gajah!
Salah satu kakak dari temannya yang kemudian menjadi temannya juga berkata;

“Mengapa kalian bepergian naik bus?”

“Kami membawa gajah di belakang.”

“Gajah?” 

“Namanya Sonya.”

“Gajah?”

“Asia.”

“Gajah?”

“Gajah.” Begitu yang tertulis pada halaman 248.

Perjalanan semakin seru ketika mereka, Allan dan teman-temannya kemudian berlibur di Bali. Allan dan bom atom tak bisa dipisahkan. Ia ingin menghindar dari itu. Namun presiden SBY menginginkan Indonesia juga memproduksi bom atom. Maka utusan SBY menemui Allan.

Apa indonesia ingin terlibat pada permainan bom atom itu? Sejauh mana keterlibatan SBY dalam permainan itu? berapa anggaran yang dihabiskan oleh Indonesia untuk membiayai produksi bom atom itu? Semua pertanyaan itu tak memiliki jawaban dari fakta sejarah. Bahkan dalam novel The 100-Year-Old Man Who Climbed Out of The Window and Disappeared pun tak ada. Imajinasi Novel tersebut menembus batas sejarah. Memunculkan kemungkinan baru. Tentang peranan besar Allan dalam politik global abad ke-20.

Tak ada yang bisa diprediksi tentang politik global pada novel itu. Kita hanya diajak untuk menertawakannya. Mengejek Mao, Stallin, Roosevelt beserta para fisikawan yang berada pada telunjuk masing-masing presiden mereka. Pada novel itu betapa para ilmuan menjadi tak ada gunanya selain menghamba pada kekuasaan politik. Novel yang begitu kompleks. Benar-benar tidak benar. Gila!



iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl